Mimpi dari Pesisir: Dialog Imajinatif Ujang Supriyanto dan Hidayat Arsani

Mimpi dari Pesisir: Dialog Imajinatif Ujang Supriyanto dan Hidayat Arsani

Gubernur Hidayat Arsani saat meninjau alur muara Pelabuhan Jelitik. --Foto: ist

Catatan Mimpi dari Pesisir Ujang Supriyanto

___________________________________________

Dialog Mimpi: 

Di tengah malam yang sunyi, di antara desir ombak pantai Matras dan hembusan angin timur dari Laut Natuna, Ujang Supriyanto tertidur di beranda rumah kayunya di pesisir Bangka. Dalam mimpinya, ia bertemu dengan sosok yang tak asing: Hidayat Arsani - Gubernur dan tokoh senior yang dikenal dengan gaya blak-blakan dan mimpi besarnya tentang Bangka Belitung.

Dalam  mimpi itu, keduanya berdiri di atas dermaga tua yang menghadap laut biru keperakan.

Ujang: "Pak Gubernur, apakah benar bisa membangun Babel dari pesisir? Bukankah selama ini semua pusat pembangunan bertumpu di daratan kota? Kami di pesisir cuma penonton, sesekali disapa saat musim kampanye."

Hidayat Arsani (tersenyum): Ujang, kau lupa bahwa sejarah Bangka dimulai dari laut. Lada dan timah itu dibawa kapal, bukan kereta. Pesisir adalah pintu masuk kemajuan. Yang keliru adalah ketika kita membiarkannya jadi halaman belakang.

BACA JUGA:Esperanto: Bahasa Persahabatan Dunia

BACA JUGA:Puisi-Puisi William Wordsworth Terjemahan Khansa

Ujang: Lalu apa yang membuat pesisir kita tertinggal? Apakah hanya soal anggaran?

Hidayat Arsani: Tidak. Ini soal visi dan keberanian. Pemerintah terlalu nyaman membangun dari tengah. Padahal kekuatan Babel justru ada di tepiannya: nelayan, pelabuhan, pariwisata bahari, bahkan geopark dunia yang belum digarap serius.

Ujang: Tapi kami di pesisir butuh lebih dari sekadar retorika. Jalan rusak, dermaga mati, nelayan kehilangan akses pasar. Lalu bagaimana mengubah ini jadi kekuatan?

Hidayat Arsani: Mulailah dengan memaksa peta pembangunan itu bergeser ke arah pantai. Anggarkan secara afirmatif untuk desa-desa pesisir. Bangun sekolah kelautan, industrialisasi hasil laut, aktifkan pelabuhan-pelabuhan kecil jadi pusat logistik.

Ujang: Dan siapa yang harus memulai?

Hidayat Arsani (menatap tajam): Orang seperti kalian Ujang. Pemuda pemudi yang tak lagi mau menunggu janji-janji pemimpin. Kau harus menyuarakan, menggerakkan. Pemimpin hanya cermin. Kalau rakyatnya diam, ia pun jadi bayang-bayang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: