Royalti Timah: Siapa Sebenarnya yang Kegirangan?

Royalti Timah: Siapa Sebenarnya yang Kegirangan?

Ujang Supriyanto --Foto: ist

Oleh: Ujang Supriyanto 

Tokoh Muda Presidium Perjuangan Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 

___________________________________________

Royalti timah -sebuah potensi kekayaan alam yang semestinya menjadi berkah bagi masyarakat Bangka Belitung- hari ini justru menjadi medan rebutan kepentingan. Saat pemerintah pusat akhirnya menggelontorkan royalti dari hasil tambang timah, pertanyaannya bukan sekadar soal berapa nilainya, tapi: untuk siapa sesungguhnya dana ini manfaatkan?

Apakah ASN yang kegirangan? Bisa jadi. Karena di tengah tekanan ekonomi dan ketidakpastian tunjangan, wacana penggunaan royalti untuk menambal TPP (Tunjangan Perbaikan Penghasilan) mereka, bagaikan oasis di padang pasir. Tapi, bukankah tunjangan ASN itu seharusnya ditata melalui APBD yang sehat dan bukan dengan memotong hak rakyat atas kompensasi kerusakan lingkungan?

Lalu, apakah rakyat yang senang? Jelas tidak sepenuhnya. Rakyat di pelosok desa, yang tanahnya rusak oleh tambang, airnya tercemar, dan nelayannya kehilangan hasil tangkapan -mereka tak tahu-menahu tentang berapa persen royalti yang masuk, dan apalagi bagaimana dibaginya. Yang mereka tahu, hidup makin sulit, lahan makin tandus, dan janji pemulihan lingkungan tetap jadi jargon kosong.

Mungkin para elite birokrat dan politisi lokal-lah yang paling bersorak. Di balik meja rapat dan proposal penganggaran, royalti ini menjadi bancakan politik—disulap jadi proyek, studi banding, dan pencitraan. Dalam diam, ada aroma “jatah kue” yang dibagi rapi dalam lingkar kekuasaan. Bahkan ada yang lebih sibuk menyusun strategi kampanye berbasis anggaran ketimbang menyusun program pemulihan pascatambang yang nyata.

BACA JUGA:Refleksi Moralitas Publik: Ujian Empati dan Prioritas- Royalti Untuk Rakyat atau Tambahan TPP ASN?

BACA JUGA:Revitalisasi Desa melalui Koperasi Merah Putih, Visi Bung Hatta dalam Wajah Baru

Royalti Harusnya Jadi Hak Sosial, Bukan Hadiah Politik

Dalam regulasi, khususnya UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah serta PP No. 81 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak, royalti merupakan kompensasi atas eksploitasi sumber daya alam yang tak terbarukan. Itu artinya, dana ini bukan hadiah, tapi pengganti kerusakan yang diderita masyarakat dan daerah.

Royalti timah semestinya digunakan untuk:

Pemulihan lingkungan hidup

Diversifikasi ekonomi daerah

Peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: