DEMOKRASI DITENGAH POLITIK BRUTUS-ISME

DEMOKRASI DITENGAH POLITIK BRUTUS-ISME

Saifuddin --Foto: ist

Dari Golkar yang ditebas, Blok Medan, Jet pribadi, hingga Fufuffafa---adalah secara alamiah telah menimbulkan kecemasan luar biasa bagi istana terutama dilingkungan keluarga Jokowi. Semua tak terduga setelah hiruk pikuk pilpres kemarin yang menyuguhkan berbagai dramatikal dan tragedi yang luar biasa, hingga dipenghujung hari saat-saat ini---semua tirai terbuka dan terbongkar, mulai dari kejahatan politik, ilegal mining, sampai kepada akun fufufafa nyaris membuat istana harus mencari cara bagaimana menghalau semua isu dan informasi yang berkembang terkait penghinaan yang sangat memalukan itu yang dialamatkan kepada Prabowo, Andi Arief, Habiburokhman serta celetukan terhadap hal-hal yang berbau sex. Ini secara etis tidak pantas apalagi seorang anak presiden yang kemudian terpilih menjadi wakil presiden. 

Kecemasan itu cukup beralasan, akankah Prabowo tetap memilih diam? ataukah tetapi memilih harmonis dengan hinaan dan cacian?, Jokowi pada akhirnya diujung tanduk, istana gelisah untuk mencari alibi dan pembelaan kalau semua itu bukanlah Gibran yang dimaksud dalam akun fufufafa. 

Ini gejala neuritis dari seorang Jokowi ditengah penghujung masa jabatannya. KIM mulai ada serpihan-serpihan, misalnya mundurnya Sahroni jadi ketua tim pemenangan RK-Suswono, majunya calon PKS di Jabar melawan jagoan KIM Dedy Mulyadi. Maka benar kata David Esaton (1974) “ Taka ada oposisi dan koalisi permanen dalam negara yang mengalami transisi demokrasi”---Indonesia bukan hanya mengalami transis demokrasi tetapi juga perusakan demokrasi yang sangat massif. 

Karena itu tak ada kesetiaan dalam politik, yang ada adalah “siapa mendapat apa” dan “apa untuk siapa”. Demikian tragedi politik di titik akhir seorang presiden.

BACA JUGA: MENGAPA NEGARA GAGAL?

BACA JUGA:MANUSIA & KEHIDUPAN YANG KLISE

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: