Membangun "cultural resilience" pendidikan ala Ki Hadjar Dewantara

Membangun

Membangun "cultural resilience" pendidikan ala Ki Hadjar Dewantara OIKN adakan pelatihan kepada kepala sekolah dan tenaga pendidik di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara untuk mengembangkan konsep pendidikan model baru di Kota Nusantara. --Foto: ant

Pertama, sifat pokok dari setiap kebudayaan adalah universal yang boleh dianggap sebagai pemberian Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia untuk mempertinggi hidup dan penghidupannya.

Kedua, bentuk dari kebudayaan yang terjadi karena pengaruh kodrat alam yang di dunia ini berlainan macam dan rupanya. Ketiga, isi yaitu zaman atau waktu yang ditempati masyarakat yang biasanya menunjukkan sifat-sifat dan corak warna hidup kejiwaan yang spesifik dan terus-menerus berganti-ganti isinya seiring berjalannya waktu.

Terakhir, irama yang terkait cara menggunakan segala unsur kebudayaan itu di masyarakat.

BACA JUGA:Upaya Pemanfaatan Untuk Capai Target Pengurangan Sampah Tanah Air

BACA JUGA:Bangka Tengah kembangkan ekonomi kreatif berbasis desa

Sifat dan bentuk adalah unsur-unsur yang timbul karena pengaruh kodrat alam, sedangkan isi dan irama sangat lekat hubungannya dengan zaman dan pribadi seseorang yang bersangkutan.

Cara penilaian dengan empat ukuran tersebut perlu digunakan karena Bangsa Indonesia juga

harus menghargai dan menilai anasir kebudayaan yang datang dari dunia luar terutama dunia Barat.

Ki Hadjar Dewantara percaya bahwa benar, Bangsa Indonesia harus meniru segala apa yang baik dari negeri manapun. Ambilah sifat-sifat dasar yang ada di seluruh dunia, yang dapat mengembangkan atau memperkaya kebudayaan nasional Indonesia.

Di sisi lain, rakyat Indonesia harus berani, sanggup, dan mampu mewujudkan bentuk sendiri, isi sendiri, dan irama sendiri sebagai bangsa yang layak masuk dalam pergaulan dunia internasional sebagai bangsa yang memiliki kepribadian budaya sendiri.

Bangsa Indonesia bagi Ki Hadjar Dewantara, tidak harus menolak pengaruh-pengaruh kultural dari dunia luar umumnya, dunia Barat khususnya.

Jangan sekali-kali, Bangsa Indonesia harus mengambil sifat-sifat kebudayaan yang baik. Sebaliknya jangan memasukan bentuk, isi, dan irama dari luar yang tidak perlu.

Dengan demikian, rakyat jangan hanya meniru kebudayaan luar, tetapi diselaraskan lebih dahulu. Maksudnya, disesuaikan dengan rasa dan keadaan hidup Bangsa Indonesia. Inilah yang dinamakan “menasionalisasikan” budaya luar.

BACA JUGA:Begini Cara Aktivasi Identitas Kependudukan Digital

BACA JUGA:Pengakuan Bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: