Rumah Bakem, Saksi Bisu Tewasnya Pimpinan Pasukan Belanda, Kapten Doorschodt

Rumah Bakem, Saksi Bisu Tewasnya Pimpinan Pasukan Belanda, Kapten Doorschodt

Peta Perlawanan Depati Amir.-Dok-

BABELPOS.ID.- Rumah Bakem yang menjadi tempat Doorschodt banyak menulis surat dan sebagai markas militer Belanda, sekarang ini sudah menjadi kantor kepala Desa Bakem. Itu adalah sksi bisu tewasnya Kapten Belanda, Doorschodt.

Sejarahwan Bangka Belitung (Babel0, Dato’ Akhmad Elvian, DPMP, menyatakan, untuk mengatasi perlawanan rakyat Bangka, pada tanggal 26 April 1850 didatangkan pasukan Belanda dari Palembang dan telah mendarat di Mentok, terdiri dari Kompi ke-4 dari Batalijon ke-I dengan kekuatan 4 perwira, 143 Bintara, beserta anak buah dipimpin oleh Kapten J.H. Doorschot.

Kompi ini segera dibagi dua, sebagian tinggal di Mentok dan sebagiannya lagi diberangkatkan ke Pangkalpinang, yang kemudian dibagi lagi ke kampung-kampung Set (Zed) dan Puding (bekas dibakar oleh pasukan Amir) di bawah pimpinan  Letda de Petit, ke Kampung Lajang di bawah pimpinan Lettu Dekker. 

BACA JUGA:Sengitnya Perlawanan Depati Amir Hingga Kepalanya Dihargai Belanda 1000 dolar perak Spanyol

''Kapten Dooschot sendiri bersama Letda Doerleben dan sisa kompinya berangkat ke Bakem. Semula Doorschot mau mendirikan markasnya di Nibung. akan tetapi karena penduduk kampung tak seorangpun yang mau masuk barisan dan membantu mengangkut perlengkapan militernya, maka terpaksa Ia pergi ke Bakem. Di Bakem Ia mendirikan perkemahan dan gudang-gudang mesiu,'' ujar Elvian mengutip tulisan Bakar AA, 1969:13).

Rumah Bakem yang menjadi tempat Doorschodt banyak menulis surat dan sebagai markas militer Belanda, sekarang ini sudah menjadi kantor kepala desa Bakem. Dahulu rumah ini juga disebut Pesanggrahan atau Rumah Tinggi. Di lokasi oleh Doorschodt, didirikan rumah besar bergaya panggung dengan tiang pancang dari beton. Hampir tidak ada lagi bekas-bekas yang bisa ditelisik dari keberadaan Rumah Bakem ini, kecuali Dua sisa tiang pancang, yang masih tertanam di bagian depan kiri dan kanan kantor desa. 

''Melihat dari jarak antara keduanya yang kurang lebih sepanjang 15 m, bisa diilustrasikan betapa rumah ini merupakan bangunan yang besar, dan ini pula yang mendasari penyebutan Rumah Tinggi. Rumah Bakem  menjadi tempat persinggahan pasukan Belanda di wilayah Bakem dan sekitarnya. Tidak luput Depati Amir juga setelah ditangkap dibawa ke rumah Bakem pada tanggal 7 Januari 1851. Model dan bentuk bangunannya yang besar dan tinggi, mengindikasikan, bahwa bangunan ini memiliki banyak fungsi,'' tukas Elvian lagi.

BACA JUGA: Kapitan Tionghoa Selundupkan Senjata dan Mesiu Bantu Perjuangan Depati Amir

Selain tempat istirahat, atau tempat berkumpulnya pasukan, dalam beberapa surat menyurat kolonial, tempat ini sering disebut sebagai lokasi penulisan laporan atau surat-menyurat oleh pemimpin dan petinggi militer Belanda. Boleh jadi fungsi lain dari bangunan ini termasuk untuk rapat, tempat tinggal sementara, juga salah satu pos militer untuk mengontrol keadaan wilayah sekitarnya.

''Pada tanggal 21 Juli 1850, sejumlah 30 orang dari pasukan Amir meninggalkan hutan dan akan pergi menyerang ke markas Militer Belanda di Bakem, bahwa Awang dan pengikut Amir pergi wilayah ke Paya Raya dan masih ada di hutan, mengetahui itu segera satu detasemen pasukan Belanda pergi kesana untuk mencari dan menyergap musuh, tapi tidak diketemukan,'' tukas Elvian.

Setelah pertempuran sengit antara pasukan Depati Amir dan pasukan Belanda di Ketipeng, Kapten Doorschot tewas pada tanggal 17 Januari 1851 dan dimakamkan di Bakem, kuburannya terdapat di pinggir jalan di Bakem. Menurut Belanda Kapten Doorschot tewas diakibatkan oleh penyakit disentri dan bengkak pada pahanya. 

BACA JUGA: Pejuang-Pejuang Tionghoa yang Terbuang Bersama Depati Amir

''Tetapi di kalangan rakyat Bangka ada pendapat, bahwa ia kena peluru pasukan Amir pada pahanya dan itulah yang menyebabkan ajalnya. Tidak pernah disebut oleh Belanda berapa perwira, bintara dan serdadu yang mati akibat penyakit disentri, demam, bengkak kaki dan sebagainya itu. Tetapi, betapapun kena peluru atau tidak karena demam ataupun sakit perut, disambar buaya ataupun termakan racun. yang tidak dapat disangkal lagi ialah bahwa jumlah yang mati cukup besar dan semuanya adalah akibat dari perlawanan Depati Amir, perlawanan Rakyat Bangka,” jelas Elvian tegas.***

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: