Prostitusi Online & LGBT di Negeri Melayu
Ahmadi Sofyan - Penulis Buku /Pemerhati Sosial Budaya--
Pemerintah menuntut agar sekolah semakin tegas dan merazia hanphone anak-anak, menurut saya bukanlah cara yang tepat. Sebab anak dan remaja zaman sekarang ini bukan remaja lugu, tapi justru kreativitas mereka lebih tinggi dari kita kala seusia mereka.
Artinya, masalah Handphone bukanlah hal utama bagi penyelesaian masalah tersebut diberikan tanggungjawab pada dunia pendidikan atau guru. Yang paling penting adalah bagaimana Dinas Pendidikan dan sekolah mendata para orangtua, memberikan kegiatan kebersamaan anak dan orangtua, serta lingkungan yang sehat kala anak-anak berada di luar sekolah.
Ini tugas pemerintah, misalnya dari mulai kost-kostan “yang nggak jelas” serta penginapan-penginapan yang menjadi tempat terjadinya prostitusi.
Selain orangtua, pemerintah adalah penanggungjawab kedua terbesar dalam masalah ini. Bagaimana para orangtua siswa dilibatkan dalam penyelesaian masalah ini dengan membuat kegiatan yang merekatkan orangtua dan siswa. Tentunya Dinas Pendidikan mewakili pemerintah daerah untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang memahami dan memiliki ide dalam penyelesaiannya.
Selain itu, yang paling penting untuk kita ketahui, belum siswa yang melakukan transaksi porstitusi itu adalah warga Kota Pangkalpinang, sebab sama-sama kita ketahui, banyak siswa dan siswi di Kota Pangkalpinang ini adalah indekost yang notabene orangtuanya dari daerah lain. Namun apapun alasannya, ini tanggungjawab semua, termasuk kita sesama warga Bangka Belitung. Hari ini terjadi pada anak orang lain, tapi kita tak tahu besok terjadi pada keluarga kita.
LGBT Kok Diberikan Panggung!
Perkembangan pasien HIV AIDS di Pangkalpinang pun menjadi berita yang mengagetkan ternyata menjadi masalah selanjutnya. Tentunya selain orangtua pastinya, pemerintah harus menutup ruang pada kaum LGBT. Namun pada kenyataannya, di Pangkalpinang justru saya memantau sebaliknya, ada kaum LGBT malah diberikan panggung, ditampilin dan diberikan ruang menjadi “penyiar” kegiatan pemerintah dan penguasanya. Ini menurut saya sangatlah tidak sehat dan menjadi pendidikan mental yang sangat buruk pada anak-anak yang melihatnya.
Tidak hanya pemerintah, masyarakat dan lingkungan kita pun demikian, malah memberikan panggung dan ruang pada kaum LGBT. Menampilkan mereka pada moment atau acara acara pernikahan, acara warga dan dalam keramaian. Padahal, tanpa disadari, tampilan, gaya dan bicara mereka yang dilihat oleh anak-anak kecil menjadi sebuah pendidikan paling buruk terhadap mental anak-anak itu.
Pemerintah daerah kita hendaknya menyadari hal ini dan berhentilah menampilkan kaum LGBT dalam berbagai kegiatan. Berikan tampilan yang sehat pada anak-anak kita, berikan mereka penampilan yang bisa memberikan wawasan dan semangat untuk menjadi laki-laki benaran atau perempuan benaran, bukan setengah laki-laki setengah perempuan.
Ini negeri Melayu, yang sangat pantang dalam hal demikian. Tidak tahu kalau memang penguasa atau pemerintah demen dengan kaum “tulang lunak” sehingga negeri kita negeri Melayu Tulang Lunak jadinya.
Salam Kesel!(*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: