Prostitusi Online & LGBT di Negeri Melayu
Ahmadi Sofyan - Penulis Buku /Pemerhati Sosial Budaya--
Oleh: Ahmadi Sofyan - Penulis Buku/Pemerhati Sosial Budaya
SANGAT mengkhawatirkan pemberitaan beberapa minggu ini. Anak SMA di Kota Pangkalpinang marak melakukan prostitusi online. RSUD menyatakan pasien HIV/AIDS semakin banyak dan didominasi kaum LGBT. Gimana nih? Apa solusinya?
Ketika marak pemberitaan yang mengkhawatirkan itu muncul di media, ada beberapa kawan yang bertanya hal tersebut kepada saya. Bahkan kawan baik saya, seorang wartawan senior sangat serius mendiskusikan ini hingga menghabiskan 2 cangkir kopi dalam diskusi tersebut.
Saya tidak banyak komentar bahkan tak mau mengomentari hal tersebut di media, sebab saya anggap percuma kalau hanya komentar tanpa aksi nyata dari Pemerintah dan orang-orang yang harusnya mampu memberikan solusi cepat, tepat, cerdas dan trengginas.
Prostitusi memang bukan barang baru, ia sudah ada sejak manusia masih segelintir nongkrong di muka bumi ini. Semakin modern gaya hidup, semakin banyak pula gaya prostitusi atau tekhnik dilakukan. Semakin canggih teknologi, semakin canggih pula transaksi.
Semakin berkembangnya sebuah daerah, maka semakin berkembang pula kemaksiatan. Semakin mudah komunikasi dan transportasi, maka semakin mudah pula terjadi transaksi prostitusi.
Dari sini kita bisa menilai bahwa terjadinya prostitusi tidak melulu soal ekonomi, tapi juga soal mental. Berbicara soal mental, maka tidak lepas dari persoalan pendidikan. Bicara soal pendidikan, maka pastinya ada 3 jenis pendidikan secara umum, yakni Orangtua, Sekolah dan Lingkungan.
Orangtua, Guru & Pemerintah
KETIKA saya ditanya tentang maraknya pemberitaan prostitusi dikalangan remaja sekolah dan siapa yang bertanggungjawab? Maka saya menjawab pertama kali adalah Orangtua. Karena pendidikan pertama yang didapatkan oleh anak adalah orangtua. “Jangan menyalahkan dunia pendidikan bernama sekolah” itu saya ungkapkan.
Sebab selain sekolah hanya mendidik mata pelajaran dan karakter seadanya, waktu keberadaan sang anak di sekolah sangatlah terbatas, kecuali anak memang diberikan pendidikan di dalam Pesantren.
Oleh karenanya yang paling utama adalah bagaimana peran orangtua dalam memberikan pendidikan, karakter, akhlak dan adab serta adat istiadat kepada anak-anak.
Orangtua kita tempo doeloe, memberikan tunjuk ajar dan pantangan yang luar biasa kepada kita anak-anaknya. Pendidikan yang tegas bahkan kadangkala keras harus kita dapatkan dari orangtua. Mana yang boleh dan tidak boleh, mana pantangan dan mana yang boleh dilakukan benar-benar diperhatikan oleh kedua orangtua kita. Bahkan duduk ditengah pintu bagi anak gadis saja sangat dipantangkan karena dipercaya susah jodoh.
Berfhoto sambil senyum saja jadi pantangan karena nanti dianggap cewek murahan. Bahkan sekarang bagaimana mau begitu, Mak dan anak gadisnya sudah bergoyang tiktok dengan pakaian seronok.
Pertanyaannya? Pernahkah kita orangtua modern zaman sekarang memantau perkembangan tubuh anak, terutama anak gadis yang mulai berangkat remaja? Pernahkah kita orangtua memperhatikan cara dia bicara, ucapannya dan tingkah lakunya saat bersama kawan-kawan, saat sendirian, saat dalam kamar, saat berbusana, saat megang handphone? Pernahkah kita orangtua menanyakan darimana barang yang ia dapatkan? Darimana uang bisa membeli belanjaan serta jalan-jalan? Sudahkah sesuai hitungan pemberian uang jajan dengan apa yang dijanjakan anak-anak kita? sebagai orangtua, maka kita wajib kepo kepada semua hal terhadap anak-anak kita, terlebih anak beranjak gadis remaja. Sekali lagi, wajib kepo! Terutama Mak. Makanya jenis Mak-Mak cerewet umumnya berhasil mendidik anak-anaknya. I like it….!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: