Polemik Lembaga Adat
Ahmadi Sofyan - Penulis Buku /Pemerhati Sosial Budaya--
Balai adat bukan berarti “kerajaan” atau “kesultanan” lho ya, tapi adalah balai musyawarah bagi masyarakat dengan adat dan budaya setempat.
Adanya polemik LAM NSS dan Setana Jerieng saat ini harusnya dijadikan kesempatan untuk duduk bersama, duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, jangan berperilaku pintar dak ngajar, budu dak belajar sebagaimana petatah petitih orangtua kita dulu.
Saya mengimpikan, bahwa keberadaan LAM NSS harusnya menjadi “orangtua” adat yang merangkul bukan memukul, mengutamakan argument bukan sentiment, mengajak bukan mengejek. Keberadaan LAM NSS harusnya menjadi jalan raya, namun kalaulah tak mampu cukuplah menjadi jalan kecil yang menyejukkan guna mengantar masyarakat menuju mata air budaya. Jangan justru menjadi semak belukar yang menghalang rintang.
Keberadaan LAM NSS kedepan hendaknya menjadi penyejuk lembaga-lembaga adat, komunitas berbasis budaya, seniman serta orang-orang yang bergelut pada budaya serta adat istiadat. Jangan hanya serimonial, berbusana bak “Wak Seno” serta segala tetek bengek konsep serta aturan yang tak kunjung beres.
Saya mengimpikan kedepannya keberadaan LAM NSS sebagai wadah Lembaga Adat tertinggi di Negeri Serumpun Sebalai yang mampu berkolaborasi dengan lembaga-lembaga Adat ditingkat yang lebih rendah. Memberikan edukasi, informasi, mengontrol adat budaya dengan cara yang beradat dan berbudaya.
Mengedepankan segala sesuatu dengan musyawarah bukan mengandalkan ego sektoral serta merasa diri paling benar dan pintar. Karena tergolong baru, hendaknya LAM NSS haruslah fleksibel tak boleh kaku bahwa “ini pasti benar yang itu pasti salah”.
Tak usah risau itu keliru, itu ngeracau, itu tak paham, itu bikin-bikinan tanpa dasar. Semua kita berasal dari ketidakpahaman dan jangan merasa bahwa kitalah yang paling paham. Kebenaran mutlak hanyalah milik Tuhan, sedangkan kebenaran kita manusia bisa berubah dan sesuai dengan keadaan bahkan kepentingan.
Kedepan, guna menunjukkan kiprah nyatanya, maka perlu diisi bukan hanya oleh personalia/pengurus yang notabene orang kaya konsep, tapi orang “kawa begawi” dalam ranah adat dan budaya, sehingga keberadaan LAM NSS itu nyata adanya bukan sekedar serimonial belaka.
Aturan itu penting, tapi action nyata serta kebermanfaatan bagi negeri adalah hal yang juga sangat-sangat penting. berapa banyak persoalan sosial dan budaya ditengah masyarakat di berbagai kampung yang notabene Melayu tidak pernah ada kehadiran LAM NSS.
Bagaimana keberadaan LAM NSS berkolaborasi dengan pemerintah untuk urun rembug menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan sosial, budaya dan adat ditengah kemasyarakat.
Bagaimana LAM NSS juga harus memiliki database soal kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal tersebut serta database orang-orang yang peduli akan adat, budaya serta seni yang berkaitan dengan nilai-nilai kearifan lokal.
Bagaimana pula LAM NSS harus memiliki Balai Adat yang mumpuni, menjadi tempat dimana orang-orang tahu akan adat dan budaya serta seni daerah di Negeri Serumpun Sebalai.
Sekali lagi, keberadaan LAM NSS hendaknya menjadi penyejuk dalam berbagai persoalan sosial budaya ditengah masyarakat. Menjadi “orangtua” yang tak perlu menjewer keras apalagi membentak anak-anak yang mungkin nakal.
Mendidik anak-anak dengan penuh kasih sayang serta mengajarkan kedamaian sebagaimana Melayu sesungguhnya adalah kedamaian (Islam). Melayu dan Islam memang satu kesatuan alias tidak bisa dipisahkan.
Tulisan ringan ini tidak bermaksud menggurui, apalagi sekelas LAM NSS yang notebene adalah para guru saya. Cukuplah ini adalah tulisan anak nakal yang suka begagil, tak penting pula untuk ditanggapi sekelas orang-orang yang berbudaya dan beradat istiadat. Sedangkan saya masih jauh dari itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: