Batin Tikal Pejuang Dari Kampung Gudang (Bagian Dua)

Batin Tikal Pejuang Dari Kampung Gudang (Bagian Dua)

Untuk menumpas perlawanan rakyat di Koeboebangka atau Kotabangka atau Bangkakota, pasukan militer Belanda harus melakukan beberapa kali penyerbuan. Pasukan militer Belanda di Bangka adalah pasukan militer yang telah terlatih dalam perang di Palembang (Elvian, 2016:23). 

Serangan atau penyerbuan pertama dilakukan pada tanggal 17 Agustus 1819 Masehi, dilakukan melalui darat dan melalui laut dipimpin oleh Kapten Ege, kemudian pada bulan September Tahun 1819 terjadi serangan kedua dan terjadi pertempuran besar-besaran di Koeboebangka atau Bangkakota. 

Pada waktu itu Bangkakota diserang oleh pasukan Belanda dari darat dipimpin oleh Kapten Laemlin yang membawa pasukannya sekitar 230 prajurit dari distrik Pangkalpinang dan memulai serangan pada tanggal 14 September 1819, sedangkan serangan dari laut dilakukan oleh pasukan Belanda dengan empat buah kapal perang di bawah pimpinan Kapten Baker.

Pada serangan pertama dan kedua pasukan Belanda terhadap Koeboebangka atau Bangkakota, pasukan Belanda mengalami kekalahan yang sangat memalukan dan harus kembali ke Kota Muntok dan Kota Pangkalpinang. 

Berdasarkan catatan Belanda dikatakan, bahwa dari pihak Belanda tewas sebanyak 4 orang, 19 terluka, seorang perwira dan 45 prajurit mengalami kelaparan, 2 perwira dan 63 prajurit mengalami sakit, total 50 persen pasukan tidak mampu bertempur (Santosa, 2011:134). 

Satu hal yang tidak masuk akal dan mencengangkan, bahwa dalam laporan tersebut penyebab kekalahan 230 prajurit terlatih dari Eropa tersebut dikarenakan kelelahan dan terkena serangan penyakit (demam Bangka) serta kelaparan. Sungguh merupakan suatu cerita yang tidak masuk akal.

Karena minimnya persenjataan, dalam pertempuran selanjutnya Koeboebangka (Kotabangka) atau Bangkakota pada bulan Oktober Tahun 1819 Masehi dapat dikuasai oleh pasukan Belanda. Koeboebangka (Kotabangka) kemudian dibumihanguskan oleh pejuang rakyat yang kemudian menyingkir ke arah Utara melewati sungai Selan dan sungai Menduk menuju Kotaberingin (Kotawaringin), serta sebagian pasukan menyingkir ke Selatan menuju Nyireh (sungai Nyireh) dan hampir mendekati desa Pergam sekarang. 

Selanjutnya untuk menumpas perlawanan rakyat Bangka yang lari dari Koeboebangka atau Bangkakota ke Kotaberingin (Kotawaringin), pada bulan Maret Tahun 1820 Masehi, Letnan Reisz melancarkan serangan dengan membawa pasukan dari distrik Pangkalpinang. Sedangkan serangan dari laut dipimpin oleh Letkol Keer dan Raja Akil (Mayor Akil) dari Siak. 

Setelah pertempuran yang sengit, Kotaberingin berhasil diduduki pasukan Belanda dan Demang Singayudha serta Juragan Selan pemimpin perlawanan rakyat, gugur di medan pertempuran. 

Tampaknya peristiwa, pembunuhan terhadap residen Belanda Smissaert pada tanggal 14 November 1819 di dekat sungai Buku, perbatasan antara Desa Zed dan Desa Puding, menyebabkan dua tokoh yaitu Demang Singayudha dan Juragan Selan menjadi target utama pasukan militer Belanda, sementara Bahrin yang menyuruh melakukan pembunuhan dan Batin Tikal yang membawa kepala residen Bangka dari Bangkakota kepada sultan Palembang berhasil menyelamatkan diri ke wilayah Djeroek. 

Perlawanan rakyat Bangka terus dilakukan oleh Depati Bahrin (Tahun 1820-1828), Batin Tikal dan bersama panglima Tjekong Moenjoel dan dua putera Demang Singayudha yaitu Djamal dan Djaja. 

Depati Bahrin beserta Batin Tikal dan pejuang-pejuang lainnya melakukan perang gerilya yang terus berpindah-pindah dari Koeboebangka atau Bangkakota ke Kotaberingin dan Nyireh terus ke daerah Jeruk (sungai Jeruk).(Bersambung/***)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: