BABELPOS.ID, PANGKALPINANG – Cecaran terdakwa mantan Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Bangka Belitung (Babel), H Marwan soal penyebab utama kerugian negara dalam pusaran tipikor pemanfaatan lahan pada satuan pemanfaatan hutan di Desa Labu Air Pandan dan Kotawaringin, Bangka 2017 sampai dengan 2023 di muka sidang Tipikor Kota Pangkalpinang, Jumat (21/2), membuat 3 bos perusahaan sawit, PT SAML, PT BAM dan PT FAL, ketar ketir.
Akhirnya ketiga bos, Datuk H Ramli Sutanegara (PT SAML), Desak K Kutha Agustini (PT BAM) dan Raden Laurencius Johny Widyotomo (PT FAL), kompak bersedia membayar PNBP atas dugaan pengrusakan kawasan hutan itu.
“Bersedia untuk bayar PNBP,” kata 3 bos itu dengan kompak di muka sidang yang diketuai Sulistiyanto Rokhmad Budiarto, Jumat petang (21/2).
Padahal, selama di muka sidang para bos bersikukuh mengklaim kalau aktivitas mereka adalah legal. Karena telah mengantongi telaah langsung dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan, selaku perwakilan Kementerian Kehutanan. Dimana lahan mereka merupakan APL -areal penggunaan lain- bukan kawasan hutan seperti yang dituduhkan pihak Kejaksaan selama ini.
BACA JUGA:H Marwan Cecar Soal Kerugian Negara, 3 Bos Perusahaan Sawit Terpojok
BACA JUGA:Siswi SMP di Bangka Ngeluh Sering Sakit, Dicek Guru Ternyata Hamil, Ini Pelakunya
Fakta sidang sendiri Marwan mengungkap 3 perusahaan itu mulai atas dugaan pengerusakan kawasan hutan, tak bayar PNBP (penerimaan negara bukan pajak), jual beli lahan hingga beabsahan surat-surat tanah warga yang dibeli.
Bagi Marwan keberadaan 3 PT tersebut yang menjadi penyebab utama sampai negara dirugikan. Terutama atas kerugian negara Rp 24 milyar atas tidak dibayarkannya PNBP itu.
Marwan juga mempersoalkan adanya blocking area oleh PT SAML, land clearing 200 hektar oleh PT FAL dan jual beli lahan oleh PT BAM.
“Di atas lahan kerjasama PT NKI dan Pemprov Bangka Belitung yang 1500 hektar itu, -oleh 3 perusahaan- ada kegiatan land clearing, blocking area hingga terjadi temu gelang dan penanaman sawit. Di sana telah terjadi perusakan hutan dengan alat berat,” cecar Marwan lantang.
BACA JUGA:Sempat Pinjam Tangga ke Tetangga, Warga Selindung Ditemukan Tewas Tergantung
Atas seluruh kegiatan tersebut Marwan mempertanyakan secara kritis soal pembayaran PNBP 3 perusahaan itu. “Apakah sebelum kegiatan itu semua sudah membayar PNBP. Pembayaran PNBP tersebut kepada Kementerian Kehutanan melalui sistem SIFUH dengan kode billing Kemenhut,” tanya dengan kritis.
Bagi Marwan sangat tidak adil kalau sampai kerugian negara yang dituduhkan dalam perkara ini disebabkan oleh PT NKI sendiri. Sementara secara fakta persidangan 3 perusahaan tersebut -dengan seluruh aktivitasnya- justeru tidak membayar PNBP itu. “Kalau begitu jaksa salah menuntut,” cetusnya.
Pertanyaan kritis dari Marwan itu nampak membuat 3 bos itu rada-rada tersentak dan terpojok. Terkait pertanyaan Marwan itu 3 bos sempat kompak cuci tangan soal tumpang tindih lahan. Mereka mengaku tidak tahu awalnya keberadaan lahan konsesi NKI itu. Adapun landasan mereka mengelola lahan atas telaah Balai Pemantapan Kawasan Hutan, selaku perwakilan Kementerian Kehutanan saja.