Meski kandungan timah tersebar di daratan dan lautan Babel, namun penambang timah tak bisa asal gali. Semua tergantung 'peri timah'.
Bahkan konon, pernah Kapal Isap Produksi (KIP) memilih berhenti menambang di suatu kawasan laut karena setelah sepekan timah yang dihasilkan tak seberapa, dan itu yang membuat mereka merugi.
Padahal hasi survey menyatakan kawasan itu sebelumnya banyak mengandung timah?
Ternyata, ada yang tidak berkenan KIP masuk kawasan itu karena akan merusak habitat laut. Cara efektif --meski mistik--, timah kawasan itu 'diasal' atau di-'jampi-jampi' agar timah itu pindah. Sehingga ketika KIP mulai beroperasi, timahnya sudah 'pindah' duluan.
Ada juga kisah mahluk penunggu lokasi timah. Mahluk inilah yang kadang suka 'memindahkan' timah jika ia tidak berkenan.
Seorang mahasiswi Sosiologi UBB, Hera Safitri, menuliskan bahwa, masyarakat penambang di Bangka Belitung mengenal “Timah Berperi”. Salah satu wilayah di Babel yang penambangnya meyakini soal “Timah Berperi” ini adalah masyarakat tambang di Desa Jebus, Bangka Barat.
Timah Berperi adalah proses perjalanan pembentukan timah yang semulanya hampa/kopong (tidak berisi) menjadi berisi dan bernilai jual. Proses pembentukan timah yang semulanya kopong atau tidak berisi dan menjadi bernilai jual dapat dilakukan dengan cara ritual taber.
Para penambang timah ini percaya bahwa setelah mereka melakukan ritual taber tadi, peri-peri timah akan mendekatkan ponton (sakan) yang telah mereka taber dan tidak boleh diganggu. Peri-peri akan melakukan pemberatan atau pengisian timah yang kopong menjadi berisi dan bernilai jual.(dari berbagai sumber)