"Kita paham maksud pemerintah membatasi kuota BBM subsidi ini. Tapi kalau memang belum semua kendaraan memiliki barcode, jangan diterapkan dulu. Jangan barcode boleh, masukkan plat kendaraan boleh. Akibatnya bocor seperti ini. Pemilik asli tidak tahu kuotanya dipakai orang lain pakai catat plat nopol. Artinya gak efektif juga kebijakan ini, masyarakat direpotkan, BBM bocor, pemerintah tetap rugi juga," imbuhnya.
"Harusnya tetapkan saja satu, pakai barcode, tidak boleh pakai catat plat nomor," tambahnya.
Ijal berencana mengadukan masalah ini ke Ombudsman Babel untuk mengungkap penyalahgunaan kuotanya. "Saya minta Ombudsman meminta Pertamina membuka data pembelian BBM dengan plat nomor kendaraan saya. Karena semua data transaksi, lokasi, jam terekam di aplikasi My Pertamina itu, dan itu bisa mengungkap semua," tukasnya.
BACA JUGA:Kasus Penimbun BBM Solar Terus Berlangsung, Polres Selidiki Keterlibatan SPBU Kampak
Pengalaman serupa dialami Suhdi. Dosen Fakultas Teknik UBB ini bahkan beberapa kali mengalaminya.
"Sudah tiga Minggu ini saya tidak dapat Pertalite. Saya tunjukkan barcode ke petugas SPBU, katanya sudah dipakai, jadi tidak bisa mengisi lagi," keluhnya.
Suhdi menduga kuotanya dipakai secara manual pihak tidak bertanggungjawab dengan memasukkan nomor polisi kendaraannya.
"Bingung juga kita, mau ngisi BBM tidak bisa terus, sudah dipakai orang lain," gusarnya.
Feri, warga Pemali mengalami hal yang sama. Ia sempat beberapa kali tidak bisa mengisi BBM karena sudah terpakai.
"Setelah saya protes ke SPBU, sekarang sudah tidak lagi," ujarnya.
Babel Pos saat ini sedang mengupayakan konfirmasi dari pihak Pertamina. (*)
BACA JUGA:SPBU Nakal Siap-siap, Satlantgas Incar Pengerit