PPDB Babel: Setiap Tahun Kita Bingung!

Pendaftaran PPDB --Foto: ist
Jalur afirmasi sejatinya untuk membantu siswa dari keluarga kurang mampu. Tapi dalam praktiknya, banyak yang mempertanyakan akurasi data dan validitas dokumen. Surat domisili mendadak muncul, KK pindahan kilat, dan tiba-tiba banyak orang yang “diakui tidak mampu” hanya saat musim PPDB.
Mutasi pun kadang menjadi jalan tikus untuk “melompat zonasi”, bukan karena alasan kerja, tapi demi mengejar gengsi sekolah favorit.
Lalu, Harus Menyalahkan Siapa?
Jawabannya: bukan soal menyalahkan, tapi soal keberanian mengevaluasi.
PPDB ini bukan program baru. Sudah bertahun-tahun sistem ini diterapkan. Tapi, mengapa masalah-masalah yang sama terus berulang?
Apakah ini hanya karena kesalahan teknis? Atau karena memang sistemnya belum pernah benar-benar dikaji ulang dengan serius?
Gubernur Babel, para Bupati/Walikota, hingga jajaran Dinas Pendidikan, tampaknya ikut bingung sendiri.
Karena meskipun aturan sudah ada, pelaksanaannya di lapangan tetap membuat banyak pihak saling tunjuk dan saling salah sangka.
Stakeholder pendidikan tampak gagap menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar dari masyarakat:
“Kenapa anak saya nggak masuk zonasi?”
“Kenapa anak yang nilainya lebih rendah bisa diterima?”
“Apakah pendaftaran ini berdasarkan sistem atau ‘sistem dan orang dalam’?”
Kalau ini terus dibiarkan, maka setiap tahun rakyat akan menanggung stres yang seharusnya tidak perlu. Sementara pemimpin-pemimpin daerah hanya akan menggelar rapat koordinasi yang hasilnya “akan ditindaklanjuti”, tapi tahun depan… bingung lagi.
PPDB di Babel harusnya bukan ajang survival, tapi proses pendidikan berkeadilan.
Yang dicari bukan siapa cepat dia dapat, bukan pula siapa dekat dia lolos. Tapi siapa yang memang berhak, dan bagaimana negara memfasilitasinya dengan sistem yang manusiawi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: