Hindari ‘Generasi Stroberi’, Kyai Sukaryadi: Tauladani Nabi Ibrahim

Hindari ‘Generasi Stroberi’, Kyai Sukaryadi: Tauladani Nabi Ibrahim

Salat Idul Adha di Islamic Centre Sungailiat. --Foto: ist

BABELPOS.ID, SUNGAILIAT - Nabi Ibrahim As menerapkan pola asuh yang demokratis. Ini membuat anaknya, Ismail menjadi seorang anak yang bermental tangguh. “Pola asuh seperti ini bisa diterapkan di masa sekarang untuk menghindari ‘generasi stroberi’,” ujar Kepala Ponpes Bahrul Ulum Kyai Sukaryadi S.PdI dalam khotbahnya saat menjadi khatib salat Ied di Masjid Al-Manar kompleks Islamic Centre Sungailiat, Jumat (6/6). Salat Ied ini diikuti ratusan santriwan-santriwati, serta ustadz/dzah. 

Kyai Sukaryadi menjelaskan, ‘generasi Stroberi’ adalah istilah yang pertamakali diperkenalkan, Wu Ru-Jun, seorang jurnalis Taiwan pada 2000-an. Istilah ini mengacu pada generasi yang lemah, dan rapuh secara emosional.  ‘Generasi stroberi’ seringkali terlihat cerdas, dan pintar secara lahiriah, namun sejatinya rapuh secara mental, dan emosional.

“Generasi ini kurang tahan banting, dan mudah kewalahan. Mereka juga cenderung sensitif terhadap kritikan,” tuturnya.

Sementara Islam, menurut Kyai Sukaryadi, berusaha menciptakan generasi yang tahan banting. Yakni dengan menauladani kisah Nabi Ibrahim dengan anaknya. Kyai Sukaryadi menuturkan, Al-Quran menunjukkan kisah keduanya yang maknanya bisa ditafsirkan dalam konteks nilai-nilai universal. 

“Ketika Nabi Ibrahim diperintahkan Allah SWT menyembelih Ismail melalui mimpi. Saat itu, Nabi Ibrahim tidak langsung memutuskan secara sepihak. Sebaliknya ia mengajak Ismail bermusyawarah dulu. Padahal saat itu, umur Nabi Ismail baru 13 tahun,” katanya.

BACA JUGA:Peringati Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2025, PT Timah Ajak Karyawan Ambil Peran Hentikan Polusi Plastik

BACA JUGA:Banyak Kepala OPD Dijabat Plt, Pj Bupati Jantani Akui Ganggu Pelayanan Publik di Bangka

Ketika diajak berbicara, Nabi Ismail lalu memberikan pandangannya. Yang dilakukan Nabi Ibrahim itulah, lanjut Kyai Sukaryadi dinamakan pola asuh demokratis. Sebab, anak diberikan ruang memberikan pendapat untuk memecahkan persoalan yang pelik dan pahit. Hal ini akan memupuk rasa tanggung jawab dalam diri anak.

“Dengan komunikasi terbuka, anak yakan lenih percaya diri dan siap untuk menghadapi berbagai situasi sulit,” ucapnya.

“Mereka tidak akan mudah rapuh seperti stroberi. Melainkan tumbuh menjadi individu yang kuat, dan tangguh,”katanya lagi.

Idul Adha, tambah Kyai Sukaryadi adalah momentum yang tepat untuk menauladani pola asuh demokratis Nabi Ibrahim itu. Mendidik anak menurutnya, tidak hanya sebatas memberikan pengetahuan. Namun juga harus dipersiapkan menjadi generasi yang mampu menghadapi masa depan.

“Ini merupakan pelajaran berharga yang dapat kita ambil untuk membentuk generasi resilient yaitu generasi yang tangguh secara mental, emosional, dan spiritual,” pungkasnya. (*)

BACA JUGA:Peringatan Hari Lahir Pancasila, Pj Bupati Jantani Ajak Bersatu dalam Bingkai NKRI

BACA JUGA:18 Dosen Institut Pahlawan 12 Raih Dana Kompetisi Hibah Riset dari Kemdiktisaintek

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: