Perjuangan Sururi Merawat Ekosistem Pesisir Semarang

Perjuangan Sururi Merawat Ekosistem Pesisir Semarang

Ketua Pelaksana Kelompok Tani "Mangrove Lestari" Semarang Sururi menunjukkan penghargaan Kalparatu 2024 yang baru saja didapatkannya.--Foto Antara

Kini, Sururi sudah bisa membudidayakan bibit bakau di lahan seluas 3.000 meter persegi yang disewakan oleh sebuah perusahaan swasta. Lahan budi daya Sururi pun selalu berpindah seiring dengan harga sewa lahan yang terus naik.

"Di lahan ini kurang lebih bisa (menghasilkan, red.) 50-60 ribu bibit mangrove. Namun, saya juga kadang masih beli kalau permintaan banyak. Kalau pas kosong, kadang saya cari juga ke Pati dan Jepara," katanya.

BACA JUGA:Dukungan Diplomasi Indonesia Untuk Palestina

BACA JUGA:Presiden: Progres Infrastruktur Istana Kepresidenan IKN Berjalan Baik

Jauh di lubuk hati, Sururi ingin memiliki lahan untuk budi daya bibit bakau sendiri karena tak mungkin selamanya mengandalkan untuk menyewa lahan karena harga sewanya yang terus naik seiring waktu.

Bakau berbuah Kalpataru

Dari perjuangannya menghijaukan pesisir Semarang, suami Nur Chayati itu menyebutkan saat ini setidaknya ada 70 hektare lahan yang sudah benar-benar berwujud menjadi hutan bakau.

Rumah Sururi di Jalan Mangkang Wetan-Mangunharjo, Tugu, Semarang, yang sekaligus jadi Sekretariat Kelompok Tani "Mangrove Lestari" pun nyaris tak pernah sepi dari kunjungan tamu berbagai kalangan.

Baik mahasiswa yang melakukan kuliah kerja nyata (KKN), perusahaan yang memiliki program CSR dengan upaya penghijauan, maupun bule-bule dari berbagai negara yang ingin belajar ekosistem bakau.

Mahasiswanya KKN ada dari Undip, Unnes, UIN Walisongo Semarang, UGM Yogyakarta, Universitas Sumatra Utara (USU), sampai Unhas (Universitas Hasanuddin Makassar) juga.

Untuk bule, diakui oleh Nur Chayati, didatangkan lewat program Indonesia International Work Camp (IIWC) yang sudah berjalan sejak 2007 sampai 2019, persis menjelang pandemi COVID-19 dan belum berlanjut hingga sekarang.

Bule-bule itu berasal dari berbagai negara Asia dan Eropa, seperti Jepang, Korea Selatan, Thailand, Myanmar, Inggris, Jerman, Italia, Portugal, dan Prancis yang datang sebagai sukarelawan.

"Alhamdulillah, kalau kami enggak dibantu mahasiswa, sukarelawan, ya susah juga. Karena menanam ini kan banyak sekali, luas juga, tidak mudah. Anggota kelompok kami hanya 10 orang," sambungnya.

BACA JUGA:Presiden Jokowi: Pastikan Anak-anak Indonesia Berinternet Sehat

BACA JUGA:Imunisasi Polio di 33 Provinsi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: antara