Tim Dosen Prodi DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang Pengabdian Masyarakat di Sungai Selan Atas

Tim Dosen Prodi DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang Pengabdian Masyarakat di Sungai Selan Atas

Tim Dosen Prodi DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang Pengabdian Masyarakat di Sungai Selan Atas--Foto: Agus

BABELPOS.ID, SUNGAISELAN- Tim Dosen Prodi DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang belum lama ini menggelar kegiatan pengabdian pada masyarakat di Desa Sungai Selan Atas, Kecamatan Sungai Selan, Kabupaten Bangka Tengah. 

Kegiatan tersebut berlangsung selama empat hari mulai dari tanggal 17-20 Mei 2024. 

Kegiatan yang mengusung tema "Kaderisasi Remaja Tanggap Anemia Melalui Program "Anemia Fighter" Untuk Mencegah Resiko Stunting ini dipimpin langsung Ketua Tim Dosen Prodi DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang Akhiat, SKM., M.Si, dan tiga anggotanya Ns. Dudella Desnani Firman Yasin, S.Kep., M.Kep, Ns. Sammy Lazuardi Ginanjar, S.Kep, Ns. Pebri Emilda Nurriska, S.Kep serta juga diikutin 4 orang mahasiswa. 

BACA JUGA:Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang Bekali Mahasiswa Prodi D III Keperawatan Simulasi Evakuasi Kegawatdaruratan

Ketua Tim Dosen Prodi DIII Keperawatan Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang Akhiat mengatakan, alasan mengangkat tema ini karena pravalensi stunting di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung masih cukup tinggi pada tahun 2022 yaitu sebesar 18,5% (mengutip dari Laporan Studi Status Gizi Indonesia tahun 2022). 

“Angka ini masih belum mencapai target penurunan stunting yang tertuang dalam peraturan presiden Nomor 18 tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yaitu menurunnya prevalensi stunting balita hingga 14%," jelas Akhiat dalam keterangan resminya yang diterima Babel Pos, Jumat (7/6/2024). 

Menurut Akhiat, penyebab dari stunting dipengaruhi oleh berbagai faktor. Mengutip dari Penelitian Arman (2022), katanya, ada hubungan antara riwayat anemia ibu terhadap kejadian stunting anak bawah dua tahun. 

Bahkan, katanya, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menunjukkan bahwa sekitar 3 dari 10 di Indonesia anak mengalami anemia, pada anak usia 5-14 tahun tercatat sebesar 26.8% dan usia 15-24 tahun sebesar 32%. 

Akhiat mengatakan bahwa remaja putri yang menderita anemia berisiko menjadi wanita usia subur yang anemia selanjutnya menjadi ibu hamil anemia, bahkan juga mengalami kekurangan energi protein. 

“Kementerian Kesehatan sudah melakukan upaya pencegahan anemia dengan intervensi spesifik yaitu program pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja puteri dan ibu hamil. Namun jika remaja putri tidak memiliki pengetahuan tentang anemia, dia tidak akan mau minum obat tablet tambah darah yang diberikan, malah disangka sedang diberi racun (karena rasanya tidak enak) dan di buang, banyak kasus seperti itu terjadi apalagi di kampung-kampung. Remaja putri yang memiliki pengetahuan yang baik akan lebih awas dalam mencegah terjadinya anemia dibandingkan remaja putri yang memiliki  pengetahuan  buruk," jelas Akhiat. 

BACA JUGA:Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Pangkalpinang Berikan Bimtek Penanganan Stunting

Salah satu upaya meningkatkan pengetahuan adalah dengan melalui penyuluhan atau pelatihan. Penelitian dari Shah dkk (2016) menyatakan bahwa intervensi menggunakan edukator teman sebaya dapat meningkatkan kepatuhan remaja minum TTD dan mengurangi status defisiensi besi pada remaja putri. 

“Banyak penelitan yang menunjukkan tentang efektivitas edukasi antar teman sebaya terhadap peningkatan pengetahuan, sehingga penting untuk membentuk kader remaja sebagai sarana penyebaran informasi dan edukasi khususnya mengenai kesehatan," terang Akhiat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: