Bersama Datuk Ramli Sutanegara: Jaga Mulut, Perbanyak Bantu Orang

 Bersama Datuk Ramli Sutanegara:  Jaga Mulut, Perbanyak Bantu Orang

--

Ya memang. Pada zaman Orde Lama saya adalah pengurus Pemuda Demokrat sebagai salah satu ormas tertua Indonesia dalam keluarga besar Partai Nasional Indonesia.  Sedangkan ayah saya adalah seorang Sekretaris PNI di bawah pimpinan dr. AK Gani, orang tua saya sempat menjadi anggota MPR RI dan staf ahli Menteri Perburuhan.

Apa kesan Datuk di zaman Orde Lama dan Orde Baru?

Bung Karno mengajarkan kita untuk membangun nation and character building, memelihara sumber daya alam dan berdikari dalam segala bidang. Artinya kita harus memelihara harga diri martabat bangsa Indonesia di mata dunia. Diwujudkan dengan adanya Ganefo (Game of the New Emerging Forces), memelihara sumber daya alam,  tidak diobral agar anak cucu kita memiliki aset berharga di masa depan dan berdikari berdiri di atas kaki sendiri selagi kita masih mampu jangan meminta bantuan negara lain.

Sedangkan pada zaman Orde Baru dibawah pimpinan Jenderal Suharto, kita diajak untuk membangun perekonomian, memperkuat pertahanan negara dan mengokohkan persatuan dan kesatuan bangsa. Pada masa Orde Lama, korupsi tidak dilakukan secara terbuka dan masih dalam ukuran kecil. Jaman Orde Baru korupsi berjamaah sehingga masa komite anti korupsi hadir dibawah pimpinan Pak Wilopo belum berhasil membongkar.

Bagaimana dengan zaman sekarang?

Zaman sekarang KKN yang menjadi musuh utama rakyat Indonesia semakin berkembang korupsi dimana mana merajalela. Hampir setiap hari media menyiarkan berita tentang tertangkap korupsi meskipun kita tahu bahwa yang tertangkap itu baru 10% masih banyak koruptor yang sebenarnya dapat diungkapkan oleh KPK.

Penegakan hukum belum sepenuhnya berpihak kepada rakyat. Niat baik pemerintah dalam penegakan hukum terhalang di tengah, karena itu seluruh rakyat Indonesia pasti mendukung adanya pembuktian terbalik atau undang-undang untuk menyita harta benda hasil kejahatan korupsi. Kita perlu bertanya dengan gaji yang kecil kok orang bisa hidup mewah. Dengan adanya undang-undang perampasan harta koruptor dan pembuktian terbalik, ditambah dengan kenaikan gaji pegawai negeri yang memadai diharapkan dapat mencegah korupsi. 

Adapun masalah kolusi dan nepotisme sekarang ini sudah transparan dan kasat mata. Pejabat tidak perlu merasa malu atau takut untuk mengangkat anak, cucu dan keluarganya karena memang undang-undangnya belum ada. Mungkin hanya di sektor perbankan yang tidak boleh ada hubungan saudara keluarga, sehingga nepotisme masih berjalan.

Bagaimana Datuk berpendapat masalah pemilu tertutup atau terbuka?

Pada zaman Orde Baru seseorang baru bisa menjadi calon legislatif melalui proses pendidikan kepartaian, lolos penelitian dan memiliki PDLT (prestasi, dedikasi, loyalitas partai dan tidak tercela). Untuk menentukan seseorang bisa dicalonkan proses itu harus dilalui dan dibahas oleh tim partai. Latar belakang pendidikan, karakter, kemampuan tidak diragukan. Baik juga dilakukan secara tertutup, orang memilih partai, calon partai memang sudah dijamin kualitasnya. 

Sekarang orang menghendaki pemilihan secara terbuka, yang dipilih adalah orang bukan partai tanpa melalui seleksi. Kemampuannya tidak teruji dimana yang terpilih dan yang dicalonkan tidak melihat kader partai atau bukan karena tidak semua partai memiliki sekolah kader. Yang dibutuhkan adalah 3 TAS yaitu popularitas, elektabilitas, yang kesemuanya bisa diatasi dengan isi-tas atau uang.

Bagaimana dengan keadaan akhir-akhir ini yang Datuk lihat dan rasakan?

Pemerintah sekarang selama hampir 10 tahun sudah banyak membangun secara fisik seperti jalan tol, angkutan udara, laut dan darat, fasilitas umum lengkap tetapi yang perlu kita perhatikan sejauh mana manfaatnya untuk rakyat kecil.

Saya menginginkan kalau pembangunan fasilitas umum di perkotaan sudah sangat lengkap maka untuk yang akan datang diutamakan jalan pedesaan di seluruh Indonesia harus dibangun agar memudahkan akses keluar masuk hasil pertanian, perkebunan rakyat dan memudahkan orang-orang di desa untuk sekolah, berobat dengan adanya jalan desa yang berhubungan dengan jalan tol.

Tenaga ahli pertanian harus diperbanyak untuk mendidik dan memberikan pengetahuan cara bercocok tanam yang benar. Ini dirasakan sekali di sektor sawit dimana petani sawit swadaya menjual kepada pabrik harus melalui kolektor sedangkan hasil pertanian sawit tidak sebagaimana mestinya cara menanam, cara memupuk sehingga harganya rendah. Sedangkan petani plasma atau kemitraan sawit mulai dari penanaman, pembibitan, pemupukan diawasi dan dibina oleh tenaga ahli dari perusahan besar sehingga hasilnya rendemen bagus tentu harganya berbeda dengan petani swadaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: