Sensus Pertanian, Momentum Kedaulatan Pangan?

Sensus Pertanian, Momentum Kedaulatan Pangan?

--

 

Oleh Uswatun Nurul Afifah, S.ST.

 

Statistisi Ahli Muda Badan Pusat Statistik

 

 

 

SENSUS Pertanian 2023 tengah digelar di Indonesia. Agenda akbar sepuluh tahunan ini berlangsung dari 1 Juni - 31 Juli 2023 guna memotret statistik pertanian terkini. Data sektor pertanian akan menjadi sangat penting guna menentukan arah kebijakan, salah satunya terkait kedaulatan pangan.

Saat ini, krisis pangan sedang mengancam berbagai negara termasuk Indonesia sehingga urgensi data pangan semakin menguat. Informasi hasil sensus pertanian dapat dimanfaatkan untuk menyelamatkan 275 juta penduduk Indonesia dari krisis ini. Oleh karenanya, Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai penyelenggara membutuhkan kerja sama dan kolaborasi semua elemen masyarakat pada kesuksesan sensus pertanian.

 

Tantangan Kedaulatan Pangan

Secara konsep, kedaulatan pangan berarti memenuhi kebutuhan pangan melalui pasokan lokal. Undang-undang No. 18/2012 tentang Pangan menjelaskan bahwa kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.

Artinya, kedaulatan pangan tidak hanya bicara tentang stok pangan melainkan juga produksi pangan itu sendiri. Stok tidak melihat dari mana pangan itu berasal, bisa jadi stok terpenuhi karena impor dari negara lain. Sementara produksi jelas akan lebih representatif menggambarkan kedaulatan pangan dibandingkan hanya stok, meskipun sampai saat ini belum ada indikator resmi yang disepakati.

Pada tahun 2022, produksi beras di Indonesia tercatat sebesar 31,54 juta ton. Angka tersebut naik 0,59 persen dibandingkan tahun 2021 yang sebesar 31,36 juta ton. Pemerintah mengklaim capaian ini merupakan hasil dari upaya peningkatan kualitas benih, penerapan Good Agricultural Practices (GAP), perbaikan infrastruktur pertanian, penanganan pasca panen, pemanfaatan teknologi pertanian, perluasan areal tanam melalui cetak sawah, penetapan lahan sawah dilindungi, bantuan alat dan mesin pertanian, serta bantuan pembiayaan melalui KUR.

Namun, harga eceran beras di Indonesia dipantau Bank Dunia lebih tinggi jika dibandingkan negara-negara lainnya di Asean. Dalam laporan Bank Dunia bertajuk Indonesia Economic Prospect (IEP) edisi Desember 2022, disebutkan bahwa harga beras di Indonesia 28 persen lebih tinggi dari harga beras di Filipina, bahkan dua kali lipat harga beras di Vietnam, Kamboja, Myanmar, dan Thailand.

Tingginya produksi beras dalam negeri seolah percuma jika harganya pun sangat tinggi. Hal ini perlu menjadi catatan sehingga produksi beras lebih efektif dengan harga yang relatif terjangkau. Mengingat beras menjadi salah satu komoditas yang tidak absen dikonsumsi penduduk Indonesia.

Ongkos produksi yang besar disebut menjadi salah satu penyebab mahalnya harga beras nasional. Komponen termahal dari produksi beras dalam negeri adalah biaya sewa lahan dan biaya tenaga kerja. Selain itu, harga pupuk juga masih lebih tinggi dibanding negara lain. Kondisi geografis Indonesia yang terpencar semakin menambah PR panjang pemerintah dalam mengatasi persoalan ini.

 

Bagaimana Sensus Pertanian mendukung Kedaulatan Pangan?

Data yang dihasilkan sensus pertanian akan meliputi data pokok pertanian nasional, petani gurem, indikator SDGs Pertanian, petani skala kecil menurut Food and Agriculture Organization (FAO), dan data geospasial pertanian.

Tidak hanya itu, data sensus juga digunakan sebagai kerangka sampel untuk survei pertanian lanjutan. Secara kaidah statistik, tidak semua hasil pendataan dapat dijadikan kerangka sampel. Sensus merupakan jawaban dari pemenuhan kerangka sampel yang akan digunakan untuk puluhan bahkan ratusan survei terkait pertanian. Dikarenakan hanya ada sepuluh tahun sekali, maka data sensus terbilang langka.

Untuk mengurai ongkos produksi beras, pemerintah perlu mendapatkan informasi yang jelas sehingga dapat mengambil langkah efektif. Data terkait ini bisa ditemui pada Survei Ongkos Usaha Tanaman (SOUT). Menurut hasil SOUT, komponen biaya produksi paling besar untuk tanaman padi sawah adalah upah pekerja dan jasa pertanian, mencapai 48,79 persen atau hampir separuh total biaya produksi. Selain itu, pengeluaran terbesar lainnya digunakan untuk sewa lahan dan pupuk masing-masing sebesar 25,61 persen dan 9,43 persen dari total biaya.

Bahkan, pada tanaman padi ladang, komponen biaya produksi untuk pengeluaran upah pekerja dan jasa pertanian mencapai 60,01 persen. Sementara untuk sewa lahan sebesar 14,25 persen dan pupuk sebesar 8,4 persen.

Kebijakan untuk menekan biaya produksi perlu diambil pemerintah misalnya dengan penggunaan teknologi pangan modern. Minimnya pemanfaatan teknologi pada bidang pertanian dapat memicu ketergantungan pada tenaga manusia. Dengan investasi pada teknologi, efisiensi ongkos bisa dikendalikan.

Pemilihan spesifikasi teknologi pangan perlu memperhatikan keadaan pertanian nasional. Keadaan lahan, proses budidaya, dan informasi penting dari sektor pertanian nantinya akan didapatkan dari hasil Sensus Pertanian. Potret inilah yang menentukan investasi teknologi pertanian mana yang lebih tepat digunakan.

 

Kita dan Sensus Pertanian

Indonesia masih mengandalkan sektor pertanian dalam struktur perekonomian seperti negara berkembang lainnya. Menurut BPS, sektor pertanian berperan 12,40 persen terhadap perekonomian Indonesia, dan tumbuh sebesar 2,25 persen di tahun 2022.

Performa sektor pertanian juga diunggulkan saat pandemi covid-19 karena berhasil menjadi salah satu bantalan ekonomi. Wilayah dengan konsentrasi sektor pertanian relatif terdampak lebih rendah. Saat sektor lainnya berkontraksi, pertanian selalu tumbuh positif di sepanjang periode pandemi. Urgensi informasi sektor pertanian perlu diiringi dengan ketersediaan data pertanian yang akurat

Kita bisa mengakui bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang unggul sehingga data terkait sektor ini sangat dibutuhkan bagi pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat. Serta apapun yang terjadi, kita pasti membutuhkan pangan. Saat situasi tidak menentu sekalipun seperti perang, pandemi, bahkan bencana alam, pangan menjadi kebutuhan primer.

Sensus Pertanian dapat menjadi momentum dari kedaulatan pangan nasional. Dengan data struktur pertanian yang rinci dan akurat, kebijakan untuk kedaulatan pangan bisa terarah. Tidak hanya ketersediaan data melainkan kualitas data yang diutamakan BPS.

Menciptakan kedaulatan pangan bukan pekerjaan yang mudah. Kita akan dihadapkan pada rangkaian panjang menuju tujuan mulia ini. Namun, kita bisa saling bekerja sama di peran kita masing-masing. Karena bersifat sensus, maka kesalahan yang mungkin terjadi dari hasil pendataan Sensus Pertanian ada faktor non sampling error. Memberikan jawaban sebenarnya pada petugas sensus adalah salah satu langkah mengurangi kesalahan pendataan sehingga data pertanian akurat.

Dalam pelaksanaan sensus, tidak hanya ada metode door to door atau wawancara langsung oleh petugas sensus. BPS juga telah memanfaatkan teknologi bagi usaha pertanian yang ingin mengisi data secara mandiri dan sebagian petugas menggunakan kuesioner langsung dari smartphone nya tanpa menggunakan kertas.

Sensus Pertanian tidak hanya milik BPS. Dukungan dan kolaborasi dari kita semua menentukan keberhasilan data pangan demi kedaulatan pangan di negara sendiri.(**)

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: