Cegah Sengketa, PA Sungailiat Dorong Legalitas Objek Wakaf

Cegah Sengketa, PA Sungailiat Dorong Legalitas Objek Wakaf

Muhammad Syarif --Ist

BABELPOS.ID, SUNGAILIAT –Kesadaran hukum oleh masyarakat dalam semua aspek, termasuk dalam legalitas wakaf harus menjadi lebih baik. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Pengadilan Agama (PA) Sungailiat, Muhammad Syarif, di kantornya beberapa waktu lalu. 

Ia menjelaskan bahwa, Pengadilan Agama merupakan pelaksana undang-undang kekuasaan kehakiman bersama tiga peradilan lainnya di bawah Mahkamah Agung, yakni peradilan umum, peradilan tata usaha negara (PTUN) dan peradilan militer. 

Salah satu kewenangannya berdasarkan Undang-Undang  No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,  di antaranya adalah menengarahi perkara sengketa  wakaf.

“Selama 6 bulan saya menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Agama Sungailiat, memang belum ada laporan perkara sengketa wakaf yang terdaftar. Namun saya yakin bahwa sebetulnya potensinya itu akan selalu ada dan terjadi secara umum di tengah masyarakat. Namun kan, pengadilan agama ini sifatnya pasif, sehingga kalau ada laporan atau pengaduan sengketa, baru kita tau dan akan menangani perkaranya,” ujarnya.

BACA JUGA:KUA Gabek Fasilitasi Pendaftaran Wakaf Tanah dari Keluarga Yopi Wijaya Lewat Aplikasi EAIW 2023

Potensi sengketa wakaf di Babel terjadi dari mulai wakaf produktif, wakaf produktif, wakaf tunai, dan sebagainya. Termasuk wakaf untuk pembangunan tempat-tempat ibadah atau lembaga pendidikan.

Syarif mengaku, sangat penting untuk terus menumbuhkan kesadaran hukum yang lebih baik kepada masyarakat dalam perihalnya pengelolaan wakaf secara modern, professional. Harus lebih baik dari sebelum lahirnya Undang-Undang No.41 Tahun 2004 tentang wakaf. 

Tidak boleh ada lagi sistem penyerahan wakaf ala zaman “nenek moyang” yang dilakukan secara lisan. Kini wakaf harus didaftarkan dalam Akta Ikrar Wakaf (AIW) yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) yang dalam hal ini Kepala KUA. Hal ini untuk menjamin aspek legalitas penyerahan wakaf tersebut dan terdokumentasikan dengan baik dan disaksikan oleh pewakif (orang yang mewakafkan) dan nazhir selaku pengelola wakaf.

”Seperti yang saya sampaikan diawal, bahwa potensi sengketa wakaf itu umum terjadi, terutama seperti yang terjadi di kota-kota besar, karena memang banyak nazir yang dipandang tidak amanah, misalnya pemawakaffan itu untuk lembaga pendidikan, tetapi oleh nazir tidak dijalankan sebagai yang diamanahkan oleh pewakif. Termasuk juga adalah potensi wakaf untuk tempat ibadah dan lembaga pendidikan,” sebut Syarief.

BACA JUGA:Kepala Kemenag Babel Terima Penghargaan Inovator Desa Sadar Zakat dan Wakaf Terbaik 2023 Tingkat Nasional

Ia juga menyoroti potensi rumah ibadah sebenarnya juga diharapkan tidak hanya menjadi sentra untuk kegiatan ibadah ritual saja, tetapi bisa lebih luas lagi daripada itu. Termasuk menyediakan fasilitas untuk dikomersilkan dalam bentuk sewa gedung atau hal. Untuk permohonannya bisa dilakukan melalui wakaf tunai. 

Dijelaskannya, apabila sebuah objek sudah diwakafkan, maka tidak bisa lagi dimiliki atau dikembalikan kepada pewakif. Ini berbeda dengan hibah yang bisa saja orang menarik lagi hibahnya. Apalagi hibah ke ahli waris.

"Wakaf tidak bisa seperti ini. Justru aspek legal wakaf tersebut wajib dipenuhi sejak  diawal. Apabila sudah tercatatkan melalui ikrar wakaf, maka potensi sengketa wakaf bisa diminimalisir. Sedangkan apabila kemudian terjadi perkara yang ditimbulkan, maka harus di daftarkan ke pengadilan agama agar diselesaikan secara litigasi. Tapi jauh lebih baik bila diselesaikan secara non-litigasi atau proses penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar persidangan atau sering disebut dengan alternatif penyelesaian sengketa," jelasnya.

BACA JUGA:Kemenag Apresiasi Launching Wakaf Produktif dan Panen Raya Kelapa Sawit Desa Bedengung

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: