Tipikor 'Masjid Miring', Ahli Bilang Salah Perencanaan

Tipikor 'Masjid Miring', Ahli  Bilang Salah Perencanaan

--

BABELPOS.ID PANGKALPINANG.- Sidang Tipikor proyek 'masjid miring' asrama haji transit milik Kantor Wilayah Kementerian Agama Bangka Belitung (Babel) tahun anggaran 2019 senilai Rp 5.950.009.705,79  kembali beragenda mendengar keterangan ahli. 

Sidang yang diketuai majelis hakim Irwan Munir kemarin menghadirkan  2 ahli konstruksi yakni Prof Ir Krishna Mochtar dan Mardiana Daoed.

Dalam keterangan para ahli itu serentak menyatakan terjadinya konstruksi masjid miring  itu akibat salah pada perencanaan.  Dikatakan ahli Krishna Mochtar dilihat dari kronolis  tidak beres dari perencanaan.  

“Saya lihat ini ada ambles. Berarti desainya yang tidak sesuai,” kata ahli  yang juga dosen institut teknologi Indonesia (ITI),  Serpong.

Krishna mengatakan kalau mutu desain dengan mutu konstruksi itu 2 hal berbeda. Dalam kasus ini telah ditemukan fakta kalau konstruksinya miring. Sementera itu bangunanya kuat dan tak ada masalah.  

“Berarti desainya kurang kuat karena ambles itu. Jadi kalau desainya kurang kuat maka dibangun sekuat apapun oleh kontraktor tetap saja miring,” sebut   ketua program studi program profesi insinyur (PSPPI) ITI.

Bagi pihak kontraktor menurutnya dalam hal ini tidak bisa serta merta dipersalahkan. Mengingat yang dikerjakan oleh pihak kontraktor sendiri adalah berasal produk desain dari pihak lain. 

“Karena kontraktor menurut perintah PPK. Tidak bisa kontraktor membangunnya tidak sesuai dengan perintah PPK,” ujarnya.

Dalam hal ini  pihak kontraktor saat akan mulai mengerjakan –berdasar desain- namun telah ditemukan persoalan berupa lokasi yang berlumpur. Menurutnya pihak kontraktor tidak  mungkin  bisa menolak namun mencari solusi atas persoalan.

“Misalnya PPK nyuruh di sini tapi karena lokasinya bermasalah kontraktornya bangun di sana, tentu tidak bisa seperti itu. Maka dicari solusi, dengan misalnya usul untuk cari pindah tempat  atau ubah desainya oleh pihak konsultan perencana,” sebutnya.

“Dalam hal ini –saat terjadi permasalahan awal- pihak kontraktor sudah  meminta –kasih solusi- kepada pihak PPK. Berupa usulan pindah lokasi pembangunan masjidnya karena di lokasi awal itu lumpur dan genangan air. Terus kontraktor juga yang melakukan sondir (uji tanah). Berarti dalam hal ini sudah ada niat baik dari pihak kontraktor untuk  menemukan solusi. Tetapi semua itu –solusi akhir-  kembali kepada PPK. Karena PPK yang punya kewenangan untuk pindah atau tidak,” terangnya.

Lantas kapan pihak kontraktor dapat dikenakan pertanggung jawaban hukum atas kasus ini. 

“Bilamana pihak kontraktornya tidak melaksanakan pembangunan masjidnya dengan benar sesuai spek. Misalnya bangunan masjidnya  retak-retak, bahkan sampai ambruk. Tapi kan faktanya masjidnya sudah  selesai dan tuntas dan telah dipergunakan sesuai fungsi,” jelasnya.

Segendang sepenarian juga disampaikan oleh ahli  teknik sipil Mardiana Daoed dari Institut Teknologi Bandung. Menurutnya  kegagalan konstruksi masjid asrama haji akibat kesalahan dari perencanaan. Namun kemiringan masjid itu -untuk saat ini- sudah teratasi oleh pemasangan helical pile itu. Hanya saja menurutnya perlu diamati apakah masih terjadi penurunan atau tidak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: