Bulu Ayam untuk Reklamasi Lahan Pasca Tambang

Bulu Ayam untuk Reklamasi Lahan Pasca Tambang

Riwan Kusmiadi--

Oleh: Riwan Kusmiadi, STP., MSi (Dosen Prodi Agroteknologi, FPPB UBB)

BABELPOS.ID - KEKAYAAN Bangka Belitung yang dihasilkan dari penambangan bijih timah, di sisi lain juga telah menciptakan lahan-lahan marjinal yang tersisa dari bekas tambang. Namun demikian lahan-lahan bekas penambangan timah ini masih berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai areal pertanian dan potensial digunakan untuk pemenuhan kebutuhan pangan sekaligus mengatasi persoalan lingkungan pasca tambang. Sebagai gambaran, luas seluruh izin usaha penambangan (IUP) yang telah diterbitkan oleh pemerintah pusat dan daerah dan dimiliki oleh perseroan di darat sebesar 327.524 ha, sedangkan luas IUP di laut seluas 183.837 ha.

Seperti kita ketahui bersama, aspek biofisik lahan sangat menentukan keberhasilan reklamasi lahan bekas tambang timah. Pemanfaatan lahan pasca tambang timah sebagai areal pertanian biasanya akan menemui sejumlah kendala biofisik lahan seperti bentang lahan (lanskap) yang tidak beraturan, hilangnya lapisan atas tanah (top soil), rendahnya status kesuburan tanah, dan terganggunya kualitas air kolong.

Rehabilitasi lahan pasca penambangan timah dapat dilakukan salah satunya dengan cara menambahkan bahan C organic. Hal ini mengingat lapisan tanah atas bekas penambangan memiliki kadar C organik yang sangat rendah sehingga penambahan unsur hara harus dilakukan. Pupuk kandang yang berasal dari kotoran ternak dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan unsur hara tersebut.

Selain aspek biofisik, upaya reklamasi juga patut mempertimbangkan aspek sosial ekonomi seperti status kepemilikan lahan, pengetahuan dan keterampilan petani, serta kelayakan biaya usaha tani. Saat ini ada beberapa kegiatan yang diyakini mampu meningkatkan kualitas dan daya dukung lahan bekas tambang timah untuk areal pertanian antara lain penyimpanan tanah top soil, penataan lahan, penggunaan amelioran, pengembangan Legume Cover Crops, implementasi Integrated Farming Systems, dan perbaikan kualitas air kolong di lahan bekas tambang timah.

Penanganan limbah organik merupakan salah satu upaya yang sangat potensial dilakukan dalam upaya mencukupi kebutuhan bahan organik pada kegitan pertanian. Limbah merupakan zat atau bahan yang dibuang dari hasil kegiatan manusia. Limbah dapat dihasilkan baik dari aktivitas perindustrian, peternakan maupun pertanian. Salah satu kegiatan manusia yang menghasilkan limbah adalah kegiatan industri pemotongan ayam. Selain menghasilkan daging, pemotongan ayam menghasilkan limbah berupa bulu.

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan produksi ayam pedaging di Kepulauan Bangka Belitung mengalami peningkatan yaitu sebesar 14.356 ton pada tahun 1918 dan 21.209,34 ton pada tahun 2021 . Selain daging ayam, bulu ayam juga menyimpan potensi yang sangat baik.

Menurut Puastuti et al. (2004) bobot bulu ayam per ekor adalah sebesar 5 % dari bobot hidup. Dengan demikian dari produksi ayam pedaging pada tahun 2018 di Bangka Belitung yang sebesar 14.356 ton maka limbah bulu ayam yang dihasilkan diperkirakan sebanyak 717,8 ton dan jumlah ini meningkat di tahun 2021 sebesar 21.209,34 ton (1080 ton bulu ayam). Angka ini tentunya akan terus menikat seiring kebutuhan daging yang meningkat di Provinsi Kep. Bangka Belitung.

Bulu ayam merupakan bahan baku sumber N yang potensial bagi pemenuhan kebutuhan unsur N pada kegiatan budidaya tanaman di lahan reklamasi pasca penambangan timah. Perlu dicermati bahwa jika limbah bulu ayam ini tidak terolah dengan baik maka dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan.

Limbah bulu ayam merupakan salah satu limbah yang pemanfaatannya belum optimal karena pengelolaannya masih kurang memadai. Penanganan limbah bulu ayam hasil peternakan ayam di Indonesia sebagian besar masih dengan cara dibuang begitu saja, dibakar dan sebagian kecil dimanfaatkan sebagai olahan dalam bentuk produk lainnya yang bermanfaat. Padahal sesungguhnya limbah bulu ayam dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kompos. Selain itu kandungan C-organik yang tinggi di dalam bulu ayam mampu mengubah sifat fisik dan kimia tanah Ultisol. Penggunaan bahan organik (kompos) memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap karakteristik muatan tanah masam (Ultisol) dibanding dengan cara pengapuran.

Proses pembuatan kompos bulu ayam dapat dilakukan dengan menambahkan bahan baku organik berupa gedebok pisang. Seperti diketahui, batang pisang memiliki unsur-unsur penting yang dibutuhkan tanaman seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K).

Penambahan gedebok pisang berpengaruh terhadap sifat fisik kompos bulu ayam yaitu pada kadar air dan sifat kimia kompos bulu ayam dengan C/N rasio dan kadar kalium. Pupuk kompos berbahan dasar bulu ayam yang ditambahkan batang pisang sebanyak 33,3% memiliki nilai C-organik 28,8%. Kusmiadi et al. (2015) mengungkapkan bahwa bulu ayam memiliki kandungan hara nitrogen (N) yang cukup tinggi, Penambahan gedebok pisang dengan aktivator MOL pepaya pada pengomposan dengan bulu ayam mengandung kalium (K) sehingga memiliki interaksi positif terhadap sifat kimia kompos salah satunya adalah rasio C/N. Kandungan unsur hara rata-rata pada kompos bulu ayam dan gedebok pisang dengan MOL pepaya meliputi N-total sebesar 5,29%, C-organik sebesar. 26,37%, P sebesar 0,60% dan K sebesar 0,64% sudah memenuhi standar kualitas kompos SNI 19-7030-2004.

Sejauh ini kompos dengan berbahan baku bulu ayam memiliki kadar N yang cukup tinggi. Hal ini tentunya merupakan kabar baik bagi kegiatan rekalamasi pasca tambang timah dan juga bagi para petani di tengah tengah harga pupuk yang selalu bergerak naik.(*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: