Membaca Studi Riset dengan Empirisme Knowledge, Selat Malaka, Antara Fakta dan Empirisme

Membaca Studi Riset dengan Empirisme Knowledge, Selat Malaka, Antara Fakta dan Empirisme

Erzaldi Rosman Djohan--

Oleh: Dr. H. Erzaldi Rosman Djohan, SE, MM - Gubernur Bangka Belitung 2017-2022

Sebuah Improvisasi: 

* Selat Malaka adalah salah satu bagian dari Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 571 yang mencakup beberapa provinsi di pulau Sumatera. Di selat tersebut, ada banyak potensi sumber daya ikan yang sudah dimanfaatkan untuk konsumsi dunia

* Sebagai selat yang sibuk, pemanfaatan sumber daya ikan di Selat Malaka harus terus dipantau, terutama untuk kepentingan penetapan stok ikan secara nasional. Pemantauan juga dilakukan, untuk melihat sumber daya ikan yang belum dimanfaatkan

* Dalam melaksanakan kegiatan eksplorasi laut di Selat Malaka, Pemerintah Indonesia menggunakan metode hidro-akustik yang dipadukan dengan luas sapuan (trawl) dan oseanografi (fisika, kimia, dan biologi)

* Selama penelitian dilaksanakan, tim menemukan ada ada 41 famili larva ikan yang berhasil diidentifikasi sementara dari hasil kajian yang sudah dilakukan. Dari jumlah tersebut, famili yang mendominasi adalah clupeidae (sarden)

SEJUMLAH temuan mewarnai kegiatan survei eksplorasi laut di Selat Malaka pada 26 September hingga 21 Oktober 2020. Dari sekian banyak temuan, yang paling mencolok adalah temuan sejumlah larva ikan di perairan laut yang masuk Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 571. Bagi Pemerintah Indonesia, temuan tersebut menjadi bukti bahwa pemantauan status potensi stok ikan terus dilakukan dengan menggunakan metode akurat. Dalam praktiknya, pemantauan terhadap tingkat pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ikan dilakukan dengan baik dan teruji secara saintifik.

Kepala Badan Riset dan Sumber daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM KP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sjarief Widjaja mengatakan, metode yang digunakan untuk eksplorasi adalah hidro-akustik yang dipadukan dengan luas sapuan (trawl) dan oseanografi (fisika, kimia, dan biologi).“Sehingga dapat menyediakan basis data untuk merumuskan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan,” jelas dia di Jakarta, Selasa (27/10/2020).

Sjarief mengungkapkan, kegiatan eksplorasi laut tersebut menjadi penanda bahwa KKP berkomitmen untuk terus menjaga sumber daya laut dengan baik. Selain itu, juga menjadi penegas bahwa kemampuan intelektual manusia yang luar biasa harus dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan banyak.Tentang hasil temuan selama kegiatan penelitian, Kepala Balai Riset Perikanan Laut (BRPL) Erfind Nurdin menjelaskan, ada 41 famili larva ikan yang berhasil diidentifikasi sementara dari hasil kajian yang sudah dilakukan. Dari jumlah tersebut, famili yang mendominasi adalah clupeidae (sarden). Selain itu, ada juga Famili scianidae (gulamah), scaridae (kakatua), mullidae (kuniran), dan nemipteridae (kurisi). Untuk Clupeidae dominan ditemukan ada di perairan Karimun sampai Bengkalis, sementara Scianidae dominan di perairan Panipahan (Riau) sampai Tanjung Balai, Asahan (Sumatera Utara). amili Scaridae dominan ada di perairan Belawan sampai Tanjungpura (Sumut), Mullidae dominan di perairan Peureulak sampai Idi Rayeuk (Aceh), dan Nemipteridae dominan ditemukan ada di perairan Bireun sampai Pulau Weh (Aceh).

Selain larva ikan, kegiatan eksplorasi laut juga melaksanakan pengukuran paramater fisika-kimia oseanografi yang mencakup pengukuran arus, suhu, salinitas, oksigen terlarut, dan derajat keasaman. Kemudian, parameter biologi oseanografi yang mencakup fitoplankton, zooplankton, larva, substrat, dan benthos. “Data tersebut selanjutnya akan dianalisa dan diolah untuk mengetahui kondisi habitat sumber daya,” sebut dia. Secara keseluruhan, dari kajian hidro-akustik dan oseanografi dihasilkan cakupan sepanjang 2711,7 nanometer (nm) yang setara luas cakupan dengan degree of coverage (DC) sepanjang 7,17. Adapun, ukuran DC diketahui sudah dinyatakan baik jika mencapai angka lebih dari 4. “Itu terdiri dari 55 stasiun oseanografi dan 25 stasiun trawl,” 

Dalam melaksanakan penelitian, tim juga menggunakan alat penangkapan ikan (API) jenis trawl dan digunakan hingga 25 kali penarikan saat berada di wilayah perairan 571. Dari proses tersebut, tim mengalami dua kali kegagalan dikarenakan jaring sobek. Adapun, durasi penarikan jaring trawl berkisar antara 30 menit sampai 1 jam dengan luas sapuan rata-rata 103 meter persegi (m2) dan dilaksanakan dari pagi sampai sore hari. Berikutnya, seluruh hasil tangkapan langsung dicatat, ditimbang, diidentifikasi, dan diukur dengan baik.

Ketua Tim Peneliti di WPP 571 Duranta Kembaren menjelaskan, hasil tangkapan yang dilakukan trawl menghasilkan sumber daya ikan demersal yang mendominasi hingga 67 persen, pari 14 persen, udang 7 persen, pelagis 6 persen, dan cephalopoda (cumi dan sotong) 4 persen.Sementara, hasil lainnya adalah kepiting 1 persen, hiu 1 persen, lobster 0,1 persen, xiphosura (belangkas) 0,1 persen, serta lain-lain (gastropoda) 0,5 persen. Total, tangkapan yang dihasilkan dengan menggunakan API trawl mencapai berat 2,4 ton.

Untuk komposisi sumber daya ikan demersal, Duranta menyebutkan bahwa itu didominasi oleh Famili Leiognathidae (petek), Scianidae (gulamah), Gerreidae (kapasan), Mullidae (kuniran), Haemulidae (gerot-gerot), Synodontidae (beloso), Nemipteridae (kurisi), dan Ariidae (manyung), Tetraodontidae (buntal), dan Sphyraenidae (barakuda) Kemudian, untuk komposisi spesies sumber daya ikan demersal didominasi oleh Photopectooralis bindus (petek), Pentaprion longimanus (kapasan), Pennahia macrocephalus (gulamah), Arius maculatus (manyung), Pomadasys maculatus (gerot-gerot), Lagocephalus inermis (buntal), Saurida microptectoralis & S.undosquamis (beloso), dan Pomadasys kaakan (gerot-gerot).

Menurut Duranta, kelimpahan sumber daya ikan demersal tersebut jumlahnya berkisar antara 146,9–4.737,4 kg/km persegi, dengan kelimpahan rata-rata 1.590,3±1.069,9 kg/km2. Kelimpahan tertinggi di perairan bagian timur dan utara Bagan Siapiapi (Riau). Kemudian, untuk komposisi famili sumber daya ikan pari didominasi oleh Dasyiatidae (stingray), dan Rhyncobatidae (guitarfish). Lalu, komposisi spesies pari didominasi oleh jenis Rhyncobatus laevis (giant guitarfish), Urogymus labistomata, Brevitrygon imbricata (Bengal whipray), dan Pastinachus solocirostris (roughnose stingray). Adapun, kelimpahan sumber daya pari berkisar antara 1,6–1.456,7 kg/km2, dengan limpahan rata-rata 336,3±448,9 kg/km2. Kelimpahan tertinggi di perairan bagian utara pulau Rangsang, pulau Bengkalis, dan pulau Rupat (Riau).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: