Hollands-Chinese School (HCS) dan SMP 1 Pangkalpinang

Hollands-Chinese School (HCS) dan SMP 1 Pangkalpinang

Dato’ Akhmad Elvian, DPMP - Sejarawan dan Budayawan, Penerima Anugerah Kebudayaan- FOTO: Ilust babelpos.id-

Oleh: Dato’ Akhmad Elvian, DPMP - Sejarawan dan Budayawan Penerima Anugerah Kebudayaan

PADA tahun 1917 Masehi Pemerintah Hindia Belanda mendirikan HCS (Hollands-Chinese School) di Ibukota Keresidenan Bangka, Pangkalpinang.  

Gedung HCS (Hollands-Chinese School) sekarang digunakan sebagai gedung SMP Negeri 1 Pangkalpinang. Bangunan  lembaga pendidikan HCS terletak  di jalan Garuda Pangkalpinang karena pada sisi Timur sekolah, terdapat Bioskop Garuda (Tahun 1919 Masehi) bersebelahan dengan Bioskop Surja atau Aurora (Tahun 1920 Masehi) dan restoran Kutub Utara (noordpool) yang dikelola oleh NV MEBY (Maatschappij tot Exploitatie van Bioscopen en Ys fabrieken) (berdiri Tahun 1924 Masehi), serta kawasan pasar Mambo. Jalan Garuda kemudian pada masa setelah kemerdekaan diubah namanya menjadi Jalan Mayor H. Muhidin. Setelah masa kemerdekaan sekolah ini dikembangkan menjadi sekolah pemerintah Republik Indonesia dan beberapa Kepala Sekolah yang pernah menjabat di sekolah ini adalah, Ong Soei Tjoen, Jap Koen Koei, Tjan Hok Soen. 

Lokasi pembangunan HCS (Hollands-Chinese School) sangat strategis karena terletak di tengah dan diantara beberapa perkampungan serta dijadikan sebagai pemisah atau pembatas semacam buffer policy antara kampung orang Cina Bangka dan kampung orang Melayu Bangka dalam konteks devide et impera atau politik adu domba dari pemerintah Kolonial Belanda. Pada sisi sebelah Utara sekolah terdapat kampung Tengah dan kampung Dalam, pada sisi Selatan sekolah terdapat kampung Bintang atau Naisifuk dan kampung Besi atau Thiatphu, sedangkan pada sisi sebelah Barat sekolah terdapat kampung kerkhof karena terdapat pekuburan umum orang Belanda dan Jepang. 

Pendirian lembaga pendidikan oleh pemerintah Kolonial Belanda di daerah jajahannya Hindia Belanda termasuk di pulau Bangka pada akhir abad ke-19 Masehi dilandasi atas pemikiran pada Politik Etis atau politik  Balas Budi, yaitu suatu pemikiran yang menyatakan, bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan dan nasib para pribumi yang terbelakang. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa (cultuur stelsel) yang dinilai sangat menyengsarakan rakyat negeri jajahan. 

Pada tanggal 17 September 1901 Masehi, Ratu Belanda Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan di sidang Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda.

Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program yang meliputi, irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian, emigrasi yakni mengajak penduduk untuk bertransmigrasi, dan edukasi yakni memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan. Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat berperan sekali dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda termasuk di pulau Bangka.

Sejak tahun 1900 di Hindia Belanda berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum bangsawan maupun untuk rakyat biasa (inlander). Berdasarkan catatan residen Bangka, J.E. Eddie (memerintah di Pangkalpinang dari tanggal 17 Mei 1925 hingga 3 Mei 1928 Masehi), dalam Memorie van Overgave, Pangkalpinang, 1928, bahwa pada bulan Maret 1928 sudah terdapat sekitar 10 (sepuluh) sekolah pemerintah kelas dua dan 104 volkscolen (sekolah dasar) untuk masyarakat pribumi (inlander) di pulau Bangka. 

Berdasarkan Volkstelling atau sensus yang dilakukan pemerintah Kolonial Belanda pada Tahun 1920 Masehi, diperoleh data, bahwa terdapat sekitar  67.398 orang Cina Bangka di pulau Bangka dari keseluruhan penduduk pulau Bangka pada waktu itu yang berjumlah sekitar 154.141 orang, atau meliputi hampir 44 persen penduduk  pulau Bangka. 

Berdasarkan data Volkstelling atau sensus tersebut terdapat sekitar 10.653 orang Cina Bangka yang tinggal di Pangkalpinang dari keseluruhan jumlah penduduk Pangkalpinang sekitar 15.666 orang (termasuk orang Eropa) atau hampir meliputi 68,9 persen. Sangatlah wajar bila pemerintah Kolonial Belanda kemudian membuat kebijakan mendirikan  HCS (Hollands-Chinese School) di Pangkalpinang yang dikhususkan untuk orang Cina Bangka dan umumnya untuk masyarakat pribumi Bangka. 

HCS (Hollands-Chinese School) didirikan dengan konsep pengajaran bahasa Belanda dalam sekolah berbahasa Tionghoa. Lulusan HCS (Hollands-Chinese School) umumnya melanjutkan sekolah atau studi ke Batavia dan kemudian setelah lulus dapat bekerja sebagai jurutulis atau pegawai rendahan di pemerintahan atau di perusahan-perusahan swasta dan pertambangan timah di pulau Bangka. Lama bersekolah di HCS adalah 7 Tahun dan sekolah biasanya dimulai pada bulan September setelah libur Panjang pada bulan Agustus. 

Pada masa yang hampir bersamaan, di Pulau Bangka orang-orang Cina Bangka di Pangkalpinang yang umumnya pekerja pada parit penambangan timah mendirikan Cabang Partai Persatuan Rakyat yang berpaham nasionalis. Partai ini kemudian pada tahun 1911 Masehi memproklamir namanya menjadi Kuo Min Tang (KMT) (Pinyin: Zhongguo Guomindang).

Aktifitas kaum nasionalis atau anggota partai Kuo Min Tang di Pangkalpinang semakin meningkat pada sekitar tahun 1920 Masehi dengan berdirinya pusat pendidikan bagi orang dewasa Soe Po Sia (M:Shubaoshe) dan berdirinya beberapa sekolah THHK (Tiong Hoa Hwe Koan). 

HCS (Hollands-Chinese School) yang didirikan pemerintah Kolonal Belanda untuk orang-orang Cina Bangka kurang populer dan diminati dibandingkan dengan sekolah Cina Tiong Hoa Hwe Koan (THHK) yang didirikan oleh cabang Partai Nasionalis Cina Kuo Min Tang (KMT). Tiong Hoa Hwe Koan (THHK) lebih populer dan lebih diminati orang Cina Bangka daripada HCS karena THHK mengajarkan Bahasa Inggris dalam sekolah yang berbahasa Tionghoa dan orientasi lulusan THHK umumnya pergi ke Singapura, Hongkong dan Tiongkok. Pada masa sekitar awal abad ke-20 sedikitnya terdapat sekitar 6 (enam) Tiong Hoa Hwe Koan (THHK) yang berdiri di Pangkalpinang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: