Perkembangan Wilayah Pangkalpinang (Bagian Satu)

Perkembangan Wilayah Pangkalpinang (Bagian Satu)

Dato’ Akhmad Elvian, DPMP - Sejarawan dan Budayawan, Penerima Anugerah Kebudayaan- FOTO: Ilust babelpos.id-

Oleh: Dato’Akhmad Elvian, DPMP - Sejarawan dan Budayawan

PULAU Bangka dan Pulau Belitung beserta pulau-pulau kecil di sekitarnya setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 merupakan bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena Bangka dan Belitung beserta pulau-pulau di sekitarnya sebelum kemerdekaan merupakan Satu Keresidenan yaitu Residentie Banka Belliton en Onderhorigheden dalam wilayah Hindia Belanda (Ordonansi Tanggal 2 Desember 1933, Stbl. Nomor 565). 

Sedangkan wilayah Republik Indonesia yang dibentuk setelah proklamasi adalah Wilayah bekas Hindia Belanda. Keresidenan Bangka Belitung dimasukkan dalam wilyah Provinsi Sumatera dengan Gubernur yang diangkat pada waktu itu yaitu Mr. Teuku Mohammad Hassan terdiri atas Tiga Sub-provinsi yaitu Sub-provinsi Sumatera Tengah, sub-provinsi Sumatera Utara dan Sub-provinsi Sumatera Selatan. Sub-Provinsi Sumatera Selatan dibentuk dari 4 keresidenan masa Hindia Belanda yang meliputi Keresidenan Bengkulu, Keresidenan Lampung, Keresidenan Palembang dan Keresidenan Bangka Belitung.

Pengakuan kedaulatan terhadap Republik Indonesia oleh pemerintah Belanda pada Tanggal 27 Desember 1949, berimplikasi pada perubahan bentuk negara. Wilayah Bangka dan Belitung berdasarkan konstitusi RIS, merupakan salah satu bagian dari Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) bukan berbentuk Neo-Zelfbestuur, tetapi berbentuk zelfstanding staatkundig eenheid, yaitu merupakan Satuan Kenegaraan yang Tegak Berdiri Sendiri, terpisah dari Republik Indonesia (RI).

Wilayah pulau Bangka kembali menjadi bagian Negara Republik Indonesia setelah ditetapkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) Nomor 141 Tahun 1950, tentang Penghapusan Daerah Bangka Sebagai Daerah Bagian Republik Indonesia Serikat dan Bergabung ke Dalam Wilayah Republik Indonesia, tanggal 4 April 1950 (ANRI, Keppres RIS Nomor 128). 

Pada perkembangan selanjutnya Pemerintah RIS, kemudian menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1950 yang membagi Wilayah Republik Indonesia dalam  Sepuluh provinsi, yaitu: Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Kalimantan, Provinsi Sulawesi, Provinsi Maluku, Provinsi Nusa Tenggara, Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Sumatera Tengah dan Provinsi Sumatera Selatan. Pembentukan terhadap wilayah Provinsi Sumatera Selatan, yang kemudian Bangka Belitung berada dalam wilayahnya, diperkuat dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Selatan.

Wilayah Provinsi Selatan tersebut meliputi wilayah Keresidenan Palembang, Keresidenan Bengkulu, Keresidenan Bangka-Belitung dan Keresidenan Lampung atau sama ketika Sumatera Selatan menjadi subprovinsi dari Provinsi Sumatera. Peraturan Pemerintah ini kemudian ditegaskan kembali dengan dikeluarkannya Undang-Undang Darurat Nomor 16 Tahun 1955 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1959 (ANRI, 2010:20-21). 

Dalam rangka bergabungnya kembali daerah Bangka sebagai Satuan Kenegaraan yang tegak berdiri sendiri ke dalam Republik Indonesia sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) Nomor 141 Tahun 1950, Tanggal 4 April 1950, tentang Penghapusan Daerah Bangka Sebagai Daerah Bagian Republik Indonesia Serikat dan Bergabung ke Dalam Wilayah Republik Indonesia, maka pada Tanggal 21 April 1950 datanglah ke Kota Pangkalpinang Bangka, Perdana Menteri Dr. Halim (menjadi Perdana Menteri sejak Tanggal 21 Januari 1950 sampai Tanggal 5 September 1950), beserta rombongannya yang terdiri dari 18 orang, diantaranya yang hadir adalah Dr. Mohd. Isa, Gubernur Sumatera Selatan.

Pada tanggal yang sama bertempat di keresidenan (sekarang rumah dinas Walikota Pangkalpinang) diserahkan pemerintahan atas Daerah Bangka kepada Gubernur Sumatera Selatan. Dengan penyerahan tersebut, maka bubarlah Dewan Bangka (Bangka Raad). Pemerintahan Republik Indonesia kemudian pada Tanggal 22 April 1950 menetapkan R. Soemardjo sebagai Residen Bangka Belitung dengan kedudukan ibukota keresidenan di Kota Pangkalpinang.

Pulau Bangka selanjutnya ditetapkan menjadi kabupaten yang terdiri atas 5 kewedanaan yaitu; Kewedanaan Bangka Barat beribukota di Mentok, Kewedanaan Bangka Utara beribukota di Belinyu, Kewedanaan Bangka Selatan beribukota di Toboali, Kewedanaan Bangka Tengah beribukota di Pangkalpinang, Kewedanaan Sungailiat beribukota di Sungailiat.

Pulau Bangka juga dibagi menjadi 13 kecamatan yaitu kecamatan Sungailiat, Mendobarat, Sungaiselan, Belinyu, Merawang, Mentok, Payung, Toboali, Koba, Pangkalpinang, Lepar Pongok, Kelapa dan Jebus.

Pada Tahun 1954, masing-masing wilayah kecamatan, selanjutnya dibagi atas beberapa daerah yang disebut kenegerian yang dikepalai oleh seorang Kepala Negeri, sementara masing-masing kenegerian terdiri dari beberapa kampung yang dikepalai oleh Kepala Kampung. 

Setelah kembalinya negara-negara federal, daerah-daerah dan satuan kenegaraan yang tegak berdiri sendiri menjadi bagian wilayah Negara Republik Indonesia, maka oleh yang berwajib di Sumatera telah diusahakan untuk menyesuaikan keadaan pemerintahan kota-kota otonom yang ada dengan perundang-undangan Negara Republik Indonesia yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 Tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah.

Akan tetapi segala usaha ini dengan sendirinya belum memenuhi syarat-syarat formal yang dikehendaki oleh Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948, yaitu setiap pembentukan daerah harus ditetapkan dengan Undang-undang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: