Mabes Polri Fokus Usut Dana Korban Kecelakaan Lion Air Jakarta-Pangkalpinang 2018, Dua Petinggi ACT Tersangka

Mabes Polri Fokus Usut Dana Korban Kecelakaan Lion Air Jakarta-Pangkalpinang 2018, Dua Petinggi ACT Tersangka

Dana Dari Boeing Ada 2 Bentuk: 1) Uang Tunai ke Ahli Waris, 2) Dalam Bentuk CSR

SETELAH satu bulan lamanya proses penyidikan dan penyidikan bergulir akhirnya Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menetapkan tersangka dalam kasus penyelidikan dana dugaan penyelewengan Aksi Cepat Tanggap (ACT) kemarin, Senin 25 Juli 2022.  

Dari keterangan yang diterima Dittipideksus 2 terangka tersebut yakni Ahyudin dan Ibnu Khajar. Ahyudin merupakan mantan Presiden ACT sementara Ibnu Khajar kini duduk sebagai Presiden ACT.

Lalu siapa lagi yang bakal menyusul Ahyudin dan Ibnu Khajar sebagai tersangka? Dalam perkembangan terbaru ada 2 orang yang sudah ditetapkan yakni HH dan NIA.

Dittipideksus memastikan proses terus berjalan, jika dimungkinkan ada temuan baru, beberapa saksi pun akan dihadirkan dalam kasus dugaan penyelewengan Aksi Cepat Tanggap (ACT).

“Sementara baru 4 orang (A, IK, HH dan NIA) yang kita tetapkan dalam kasus dugaan dana ACT. Progresnya nanti akan disampaikan,” terang Wadir Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Pol Helfi Assegaf dalam keterangannya, Senin 25 Juli 2022. 

Dalam jumpa pers di Gedung Humas Polri, Jakarta Selatan, tersebut Helfi juga menjelaskan pihaknya saat ini fokus pada pengusutan dugaan penyalahgunaan dana bantuan kompensasi untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018 Rute Jakarta-Pangkalpinang (Babel), 29 Oktober 2018. Pasalnya, Boeing menunjuk ACT sebagai pengelola dana sosial.

“Ini lebih awal prosesnya atas dasar permintaan dari para ahli waris korban. Dana tersebut awalnya diperuntukkan untuk membangun fasilitas pendidikan,” ungkap Helfi Assegaf.

Berapa besaran dari kompensasi tersebut? Helfi Assegaf menjelaskan untuk kompensasi tragedi kecelakaan Boeing berupa santunan. 

Ada 2 bentuk yang diserahkan, pertama uang tunai kepada para ahli waris. Besarannya masing-masing sebesar USD144.500 atau sebesar Rp 2,06 miliar sedangkan yang kedua bantuan non tunai dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) ACT.

“Dugaan awal dana ini tidak dikelola dengan baik. Dengan kata lain tidak transparan dan ada unsur penyimpangan,” jelasnya. 

Parahnya lagi, dana CSR itu digunakan untuk kepentingan pribadi para petinggi organisasi filantropi itu.

Dalam perkara dana dugaan penyelewengan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Bareskrim Polri menetapkan Ahyudin dan Ibnu Khajar dengan beberapa 2 pasal berlapis. 

Pasal 372 jo 372 KUHP atau Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: