DARI STOCKHOLM 1972 HINGGA RAJA AMPAT (BUMI MASIH SATU)

Kamis 03-07-2025,09:38 WIB
Reporter : Saifuddin
Editor : Jal

Oleh : Saifuddin

Direktur Eksekutf LKiS

Dosen, Penulis Buku, Peneliti, kritikus sosial politik, Founder Indonesian Corner

___________________________________________

“[Masalah lingkungan] … belum mendapat perhatian utama dalam pembahasan badan-badan PBB yang berwenang…. Lebih jauh lagi, karena masalah lingkungan manusia semakin serius setiap harinya… karena itu, ada kebutuhan yang tidak terbantahkan untuk menciptakan dasar bagi pertimbangan yang komprehensif dalam PBB mengenai masalah lingkungan manusia.”

Hal tersebut di atas adalah surat tertanggal 20 Mei 1968 dari Perwakilan Tetap Swedia yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Responsnya mengejutkan. Meskipun ada politik Perang Dingin, Uni Soviet dan anggota blok Timur lainnya bergabung dengan Amerika Serikat dan sebagian besar negara Eropa Barat dalam mendukung inisiatif Swedia. 

Namun, Prancis dan Inggris mengklaim tidak ada kebutuhan besar untuk tindakan PBB terkait lingkungan. Mereka khawatir konferensi semacam itu dapat digunakan oleh negara-negara berkembang untuk mendapatkan lebih banyak dukungan finansial, terutama dari bekas negara kolonial. Banyak negara berkembang merasa tidak nyaman bahwa kepentingan Utara akan mendominasi konferensi yang diusulkan dan bahwa "isu lingkungan" akan menjadi alasan untuk membatasi pembangunan mereka (Linnér dan Selin, 2005, hlm. 60).

Pada bulan Desember 1968, Swedia telah memperoleh dukungan yang cukup. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mengadopsi resolusi 2398 (XXIII), yang menyerukan agar konferensi tentang hubungan antara isu lingkungan, sosial, dan ekonomi diselenggarakan pada tahun 1972. Pada bulan Mei 1969, Perserikatan Bangsa-Bangsa menerima tawaran Swedia untuk menjadi tuan rumah konferensi di Stockholm. Konferensi tersebut tidak akan mengambil keputusan. Setiap rekomendasi yang timbul darinya harus secara resmi diadopsi oleh Majelis Umum.

Sekretaris Jenderal PBB saat itu U Thant menugaskan Maurice Strong, seorang pengusaha dan, saat itu, kepala Badan Pembangunan Internasional Kanada (CIDA), untuk menjadi Sekretaris Jenderal Konferensi. Strong membayangkan proses persiapan tiga bagian yang akan membangun basis informasi tentang isu lingkungan, karena ini merupakan bidang baru bagi PBB, dan bertindak berdasarkan informasi tersebut: (1) Kerangka intelektual dan konseptual: Strong menugaskan laporan pertama tentang “kondisi lingkungan”. Laporan ini mewakili pengetahuan dan pendapat para ahli dan pemikir terkemuka dunia tentang hubungan antara manusia dan habitat alami mereka. Judul laporan, “Hanya Satu Bumi,” menjadi moto Konferensi Stockholm. (2) Rencana aksi untuk pekerjaan mendatang: Para diplomat memulai diskusi awal mengenai rekomendasi konkret untuk tindakan lebih lanjut dan pengaturan kelembagaan untuk mengambil tindakan tersebut. Jenis rencana aksi ini akan menjadi model bagi banyak konferensi global PBB mendatang. (3) Isu-isu yang memerlukan tindakan segera: Ini termasuk isu-isu spesifik yang memerlukan tindakan internasional segera yang dapat diselesaikan, setidaknya melalui tahap awal, pada saat konferensi. Saran-saran pemerintah termasuk pembentukan awal sistem pemantauan lingkungan global, pendaftaran internasional senyawa kimia, dan tindakan-tindakan penanggulangan pencemaran laut (Engfeldt, 2009). 

BACA JUGA:MOMENTUM TAHUN BARU ISLAM 1 MUHARAM 1447 H

BACA JUGA:PERAN NAZHIR DALAM PENGELOLAAN & PENGEMBANGAN HARTA BENDA WAKAF

Mengapa isu lingkungan begitu penting

Perubahan iklim bumi terjadi seiring dengan banyaknya aktivitas manusia, gtermasuk juga dengan tingkat populasi manusia semakin bertambah,  terutama terkait pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak, dan gas untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Efek dari adanya aktivitas pembakaran bahan bakar tersebut yaitu terperangkapnya panas sehingga suhu rata-rata di muka bumi dan atmosfer mengalami kenaikan. Fenomena perubahan suhu yang semakin meningkat bersumber dari perilaku manusia yang tidak mampu menjaga dan menghargai lingkungan di sekitarnya. 

Isu mengenai lingkungan hidup tersebut ternyata bukanlah hal baru, melainkan sudah menjadi pusat perhatian dunia sejak dahulu yang dibahas melalui sebuah konferensi tingkat internasional bernama Konferensi Stockholm. Konferensi Stockholm digagas oleh PBB dan dilaksanakan pada tanggal 5-16 Juni 1972 di Stockholm, Swedia. Konferensi ini menjadi titik puncak kesadaran dunia internasional terhadap pentingnya menjaga lingkungan hidup dan mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. 

Stockholm; “Bumi Masih Satu” 

Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Lingkungan Hidup Manusia di Stockholm tahun 1972 mengawali era baru kerja sama global dalam isu lingkungan. Konferensi ini membuka jalan bagi konsep pembangunan berkelanjutan dan melahirkan Program Lingkungan Hidup Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pelajaran apa yang dapat dipetik dari konferensi ini saat kita menghadapi krisis global yang terus meningkat? 

Pada tahun 1972, Apollo 17 mengambil foto berwarna pertama Bumi. Foto itu memperlihatkan dunia kita sebagai kelereng biru yang berlatar belakang hamparan hitam. Kita bersama-sama memahami bahwa Bumi kita yang satu ini adalah sistem yang tertutup, terbatas, dan satu-satunya rumah kita. Merupakan tanggung jawab kita untuk merawat kelereng biru kita [atau Satu Bumi] “sebagai mekanisme yang utuh dan rumit yang mendukung jaringan kehidupan yang saling berinteraksi dan terhubung yang sangat rumit” (Engfeldt, 2009, hlm.26). 

Kategori :