c. Adanya sosialisasi secara terstruktur, sistematis, massive dan berkelanjutan terhadap masyarakat agar secara sadar taat pajak kendaraan;
d. Berikan akses dan penghapusan denda secara bergulir serta dengan berkeliling jemput bola ke wilayah-wilayah yang terindikasi banyak kendaraan yang belum sempat membayar pajak;
e. Belum membayar pajak bukan berarti tidak taat pajak namun mungkin karena rentang atau jarak wilayah untuk membayar pajak tersebut yang membutuhkan waktu, biaya yang tidak sedikit;
f. Kemudahan akses dan pelayanan prima dalam pembayaran pajak kendaraan agar animo masyarakat meningkat;
BACA JUGA:Ungkap Penimbunanan BBM Subsidi di Pangkalpinang, Pertamina Dukung Langkah Polda Babel
Dengan semua penjelasan ini menurut Syaiful, terkait dengan kontruksi implementasi atas SE ini adalah berkaitan dengan kegiatan bersama-sama dalam melaksanakan sosialisasi, koordinasi, monitoring, evaluasi, pembinaan dan pengawasan bersama pihak-pihak yang berkepentingan.
''Jadi dalam SE tersebut, pada Point 9, terdapat 'isyarat sanksi' terhadap kendaraan yang 'menunggak 2 bulan' maka akan diblokir., hal ini merupakan bagian dari sanksi, sanksi adalah bagian dari suatu peraturan perundang-undangan,'' tegasnya.
Sementara, SE bukan bagian dari peraturan perundang-undangan, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian sanksi pemblokiran nomor kendaraan tersebut tidak sesuai dengan maksud dan tujuan dari SE itu sendiri, jadi harus dielaborasikan dengan peraturan lainnya agar SE ini bisa berjalan dengan baik.
''Seyogyanya, Surat Edaran sebagai media informasi saja kepada masyarakat kemudian aturan lain yang beririsan dengan surat edaran tersebut, dijadikan sebagai aturan hukumnya sehingga terjalin harmonisasi peraturan tentang pendistribusian BBM Bersubsidi,'' tutup Syaiful lagi.(red/***)