Sedangkan Jeffisa Putra Amrullah mengatakan dibutuhkan pengawasan dari negara dan perlu adanya grand design mining. Kultur masyarakat juga perlu diperhatikan, karena kemiskinan itu juga besar.
“Negara harus hadir di masyarakat bawah. Terkait kasus 'dokumen terbang', PT KKP harus bertanggung jawab atas dokumen tersebut. Yang paling bertanggung jawab bukan ESDM tapi PT KKP,” tegasnya.
BACA JUGA: Ridwan Djamaluddin, Gebrak-Gebrak di Babel, Terjerat di Sulawesi
KKP Membantah
Sementara itu, seperti dilansir media ini, Direktur Utama PT Kabaena Komit Pratama (KKP) berinisial AA melalui pengacaranya, Aloys Ferdinand menjelaskan soal 'dokumen terbang' tersebut.
Sebab, berdasarkan 'Dokumen Terbang' yang telah dimiliki Kejaksaan, Penyidik Kejaksaan bisa menelusuri aliran dana penjualan.
Bila kliennya disalahkan karena menerbitkan 'dokumen terbang', maka seharusnya sanksi yang diberikan dalam bentuk administrasi sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang masuk dalam dugaan tindak Pidana Ilegal Minning.
Dalam Perkara Ilegal Mainning Juga, harus bisa dibuktikan secara terperinci siapa yang melakukan penambangan, kapan dilakukan penambangan, proses pengangkutan Nikel tersebut, dan kapan serta siapa yang memasukan kedalam tongkang maupun stock field.
"Sampai sekarang jaksa belum bisa membuktikan si penjual dari barang milik Antam, siapa yang menjualnya, yang menggunakan dokumen KKP, karena klien kami hanya meminjamkam dokumen saja, dia tidak tahu apakah itu barang diambil dari IUP PT. Antam atau dari wilayah IUP lain tidak tahu," imbuhnya.
Aloys juga berpendapat sepertinya jaksa belum bisa membuktikan bahwa ore nikel yang dijual dalam perkara ini adalah benar diambil dari dalam IUP PT. Antam.
Pasalnya di blok Mandiodo ini terdapat banyak IUP lain, tidak hanya Antam jika ini masuk dalam katagori Ilegal Minning.
BACA JUGA:Ridwan Djamaluddin: Dari Posisi Penting ke Posisi 'Genting'
"Sampai saat ini Jaksa belum memberikan kepada Klien kami berapa nilai kerugian negara atas penggunaan Dokumen PT KKP," ungkapnya.
"Dan Klien Kami sangat keberatan atas pemberitaan saat ini yang menyebutkan bahwa Antam mengalami kerugian sebagaimana pemberitaan yang beredar," terangnya.
"Sebab berdasarkan perhitungan Klien Kami atas penggunaan Dokumen Terbang PTnKKP, nilainya hanya kurang lebih 600.000 metrik ton saja, dari 1.500.000 metrik Ton kuota yang dimiliki PT. KKP," paparnya.
Selain itu, Aloys juga menuturkan, di tahun 2022 KKP juga menambang di IUP sendiri, tidak seluruhnya itu penghasilan KKP dari dokumen terbang.