BABELPOS.ID. Terjeratnya mantan Penjabat Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) yang juga Direktur Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) kementerian Energi Sumber Daya Mineram (ESDM) RI, Ridwan Djamaluddin, tidak terlepas dari adanya 'dokumen terbang'.
Hal ini secara tidak langsung terkuak acara Forum Group Discussion (FGD) dengan tema Kutukan Sumber Daya Alam di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta Pusat yang digelar oleh Asosiasi Penambang Tanah Pertiwi (ASPETI).
Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Yosef C.A. Swamidharma menyinggung soal kasus 'dokumen terbang' yang diduga merugikan negara Rp 5,7 triliun.
BACA JUGA: Ini Penyebab Ridwan Djamaluddin Terjerat. Ada Dokumen Terbang Juga
Dia mengatakan kasus ini terjadi akibat belum adanya aturan turunan yang tuntas secara administratif, misalnya mekanisme lelang dan wilayah pertambangan sudah memiliki inventori, serta mekanisme penugasan untuk area-area yang belum memiliki data-data eksplorasi.
“Yang utama adalah niat baik, mekanisme diutamakan orang yang kompeten, dibuat transparan dengan cara direview oleh pihak lain, supaya lebih terbuka. Kalau ada kekurangan-kekurangan yang masih ada di-list-kan,” ujar Yosef melalui keterangannya, Jumat (11/8) lalu.
“Hal ini proses maksimum yang harus dilakukan. Namun, kalau ada salah satu pihak yang memang dari awal sudah memiliki modus atau niat tidak baik dalam sistem, sebagus apapun sistem yang dibuat pasti gampang hancur. Yang paling penting adalah niat baik,” lanjutnya.
Disisi lain, Pelaku Usaha Pertambangan, Taruna Aji menambahkan bahwa tekait masalah tersebut, perlu dibicarakan terlebih dahulu bagaimana kepentingan bangsa dalam aktivitas pertambangan.
“Apabila berbicara filosofis, tanah ini ada sebelum adanya manusia. Kita dikutuk alam ini karena kita lupa adanya alam ini. Kita gali tapi tidak pernah memberi,” ucap Taruna Aji.
BACA JUGA:Di Balik Rompi Pink Mantan Pj Gubernur Babel/Mantan Dirjend Minerba, Ridwan Djamaluddin
Sedangkan soal 'dokumen terbang', kata Taruna Aji, sudah ada dari 6-7 tahun lalu. Namun ini terjadi pada kerjasama business to business antara perusahaan pertambangan.
Adapun permasalahan yang ada sekarang justru melibatkan perusahaan milik negara (BUMN) sehingga menjadi proses hukum.
Oleh sebab itu, Taruna Aji menilai bahwa permasalahan tersebut akan menjadi pekerjaan bersama yang harus diperbaiki.
“Semua pihak jangan ada arogansi, di instansi yang lain, memiliki kebersamaan untuk bangsa, itu aja kuncinya,” kata Taruna Aji.
“Kalau masih ada rasa modus-modus apapun sistem, tidak akan berjalan, pasti itu. Karena carut marutnya ini sesungguhnya masalah non teknis,” tambahnya.