Dalam laporan Bogaart yang melakukan penelitian ke pulau Bangka, sebagaimana juga dikutip oleh Marihandono, dkk, (2018:209-210), diketahui terdapat beberapa demang di pulau Bangka seperti; Demang Bing, yang juga menjadi kepala bangsa Cina di Palembang dan bertindak sebagai teko bagi raja di distrik Blinjoe dan Panji dengan cakupan Tiga tambang Timah, yang dikerjakan oleh 46 kuli Timah.
Selanjutnya ada Demang Jaya Layana, teko putra mahkota di distrik Belo, dimana hanya ada satu tambang Timah yang dikerjakan oleh 18 orang kuli Cina. Klabat memiliki Empat tambang Timah dan di sana bekerja 70 orang kuli Cina. Layang memiliki Empat tambang Timah dengan 21 orang kuli Cina.
Songie Liat memiliki 5 tambang Timah dan di sana terdapat 45 orang kuli Cina dan Pankal Pinang yang memiliki 7 tambang timah yang mempekerjakan 35 pekerja Cina.
Kemudian Kemas Tumenggung Astra Dikara, seorang teko/tiko raja, membawahi wilayah Tempilang, Nyireh, dan Bangkakota. Selanjutnya dijelaskan, bahwa pada tempat atau wilayah yang ada tambang Timah, juga ada penduduk pribumi Bangka Orang Gunung.
Selanjutnya dijelaskan, bahwa di tambang Timah dijumpai benteng atau deretan pagar kayu, beberapa bagian dari bagian dalam benteng dibuat dengan timbunan tanah setinggi 4-5 kaki yang dilengkapi dengan beberapa pucuk meriam.
Sementara itu bagian yang lainnya terdiri atas beberapa pagar yang baru berfungsi ketika kaum perompak diketahui akan melakukan aksinya.
Tempat ini (benteng) dijadikan sebagai persembunyian atau untuk menghadapi penyerang. Di benteng barang-barang berguna dan berharga disimpan.
Pada benteng yang didirikan tinggal para demang yang memegang dan mengelola tambang-tambang Timah dan diangkat sultan.
Mereka menarik penghasilan dari tambang Timah. Para kepala, maksudnya kepala kepala rakyat yang diangkat oleh Sultan mulai dari tumenggung sampai lengan mengatur semua yang berkaitan dengan daerah mereka/ mengatur pemerintahan (bersambung/***)