Rakyat bukan hanya angka-angka, tapi di situ ada manusia yang hidup dan ada juga masa depan anak bangsa.
Satu hal yang penulis sayangkan, adalah sangat jarang dalam setiap pembahasan soal pertimahan di tingkat pusat pembicaranya berasal dari Bangka Belitung. Padahal, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara kesemuannya ada ketergantungan dengan pertimahan.
Bahkan dari 7 wilayah Kabupaten/Kota, hanya Pangkalpinang selaku Ibukota Provinsi yang tanpa ada tambang timah --secara aturan--. Meski faktanya, kadang tambang ilegal masih ada di Ibukota Provinsi ini. Di sisi lain, smelter dan perkantoran timah baik swasta maupun BUMN justru ada di Pangkalpinang.
Sehingga ada seloroh, Babel bukan pulau timah, tapi timah jadi pulau.
Kondisi ini sangat berbeda dengan daerah atau wilayah penghasil timah yang lain. Dengan Kepulauan Riau, karena hanya salah satu wilayah saja yaitu, Kundur sebagai penghasil timah. Wajar jika kebijakan pertimahan tidak akan berdampak secara keseluruhan untuk Kepri, beda dengan Babel.
Beruntunglah, dalam sebuah pembahasan yang diangkat dalam Focus Group Discussion (FGD) Kamis (22/9) di KADIN Lounge, Lantai 29, Jakarta, anggota DPR RI dari Komisi VII, Bambang Patijaya --yang akrab disapa BPJ-- bersuara lantang soal dampak bagi Babel jika eskport distop. Putra daerah Babel ini berujar tegas demikian, karena tahu banyak bagaimana perjalanan pertimahan di Babel.
''Ada 3 dampak yang pasti terjadi nantinya. Yaitu ekonomi Babel bisa kolaps, keributan dari kalangan (negara) yang membutuhkan, dan berikutnya akan terjadi penyelundupan,'' ujar anggota DPR RI dari Fraksi Golkar Dapil Babel itu.
Pernyataan BPJ itu bukan isapan jempol, tapi itu semua pernah terjadi di masa lalu.
***
DARI sini, agaknya Pemerintah Pusat harus berpikir ulang soal rencana kebijakan stop ekpor timah itu. Terlepas dari kemungkinan dampak secara internasional --karena negara pengimport tentu tak tinggal diam--, namun dampak langsung akan terasa bagi rakyat penambang di Babel khususnya, bahkan ekonomi Babel umumnya.
Rakyat Babel bukan anti terhadap rencana hilirisasi. Namun, seperti dikemukakan Ketua DPRD Babel, Herman Suhadi, harus ada solusi kongkrit sebelum kebijakan pemerintah soal larangan ekspor timah diberlakukan. Ia mendorong di Babel, bisa dibangun pabrik industri hilirisasi, sehingga timah yang dihasilkan bisa langsung diolah dan memiliki nilai tambah. Dengan kondisi rakyat tetap bisa menambang. Toh tetap dibutuhkan di lokal.
Dan, agaknya menyadari soal dampak bagi Babel itu pula sehingga Penjabat Gubernur Babel Ridwan Djamaluddin menyatakan semua itu --soal penghentian eksport timah-- baru rencana, belum ada keputusan final.
"Babel ekonomi daerahnya masih sangat ditopang oleh pertimahan, kita harus menyiapkan langkah-langkah antisipasi, supaya jangan kaget lah ya," kata RD --begitu Ridwan dikenal--.
Dirjen Minerba ini juga menegaskan belum ada keputusan resmi apapun terkait evaluasi ini, apalagi membatalkan rencana kebijakan tersebut.
"Yang pasti belum ada keputusan resmi apapun," tegasnya.
Di sisi lain, jika kebijakan eksport ini diberlakukan, pertanyaannya, itu berlaku untuk siapa? Apakah hanya swasta? Bagaimana dengan PT Timah Tbk? Apakah juga akan diberlakukan?