Koalisi NasDem-Golkar di Pilkada Ulang Bangka: Menguji Kesabaran dan Ketaatan Kader Arus Bawah Golkar

Koalisi NasDem-Golkar di Pilkada Ulang Bangka: Menguji Kesabaran dan Ketaatan Kader Arus Bawah Golkar

Ujang Supriyanto --Foto: ist

Oleh : Ujang Supriyanto

Wakil Ketua DPD Golkar Bangka Bidang Media Massa dan Penggalangan Opini

___________________________________________

Koalisi resmi antara Partai NasDem dan Golkar yang mengusung pasangan Rato Rusdiyanto - Ramadian dalam Pilkada Ulang Bangka 2025 telah menjadi fakta politik yang mengguncang dinamika arus bawah Partai Golkar. Secara struktural, DPD dan DPP Golkar tentu memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan strategis. Namun, keputusan ini tidak serta merta diterima secara mulus oleh seluruh kader, terutama di akar rumput.

Kepentingan Elitis vs Realitas Lapangan

Arus bawah Golkar Bangka —dari simpatisan hingga kader yang telah bertarung di Pileg 2024 dan loyal pada ideologi partai— merasakan adanya keterputusan antara pengambil kebijakan di atas dan realitas perjuangan di bawah. Banyak di antara mereka yang tidak merasa dilibatkan, tidak diberi ruang, bahkan tidak dihargai kontribusinya.

Rato (NasDem) yang diusung sebagai calon bupati adalah figur dari luar tradisi dan garis politik Golkar. Sementara Ramadian, meski kader internal, dianggap belum menjadi tokoh utama yang lahir dari dinamika organisasi Golkar Bangka yang selama ini bertumpu pada loyalitas, militansi, dan pengkaderan berjenjang.

Kekecewaan Kader: Bibit Pembangkangan Terstruktur

Di berbagai diskusi internal dan percakapan informal, kekecewaan mulai berubah menjadi pembangkangan pasif. Mereka yang dahulu berjuang merebut suara dengan atribut Golkar, kini merasa Golkar “ditumpangi” kepentingan eksternal.

Jika ini tidak segera dijembatani, maka ancaman serius bagi internal Golkar bukan hanya soal potensi golput struktural kader, tetapi juga munculnya faksi-faksi liar yang bergerak tidak loyal dalam diam—atau bahkan membelot ke paslon lain secara diam-diam demi menjaga harga diri dan konsistensi politik mereka.

BACA JUGA:Diamnya Rendra Basri, Sebuah Teguran untuk Golkar Bangka

BACA JUGA:Jika Bisa Memimpin, Mengapa Harus Menjadi Pendamping? (Catatan Kritis Koalisi Golkar–NasDem di Pilkada Bangka)

Siklus Politik Transaksional Menggerus Nilai Ideologis

Golkar Bangka di tingkat bawah selama ini dibesarkan oleh kerja kader dan simpul loyalis. Keputusan untuk “menumpang pada mesin politik NasDem” justru memperkuat persepsi bahwa Golkar kehilangan arah perjuangan politiknya di daerah. Ini menciptakan dilema ideologis: apakah mesin partai hanya sekadar perahu kekuasaan? Di mana ruang kaderisasi? Di mana penghargaan terhadap kader yang kalah terhormat tapi loyal?

Ancaman Nyata: Mesin Tidak Jalan, Suara Golkar Anjlok

Secara empiris, dalam berbagai pemilu sebelumnya, suara partai sangat bergantung pada soliditas akar rumput. Jika struktur bawah memutus saluran geraknya, maka mesin partai akan menjadi simbolik saja. Rato-Ramadian boleh didukung di atas kertas, tapi jika arus bawah Golkar diam, atau bahkan kontra secara diam-diam, maka kekalahan telak tinggal menunggu waktu. Bahkan suara NasDem pun bisa ikut tergerus karena asumsi publik yang menilai ini sebagai “transaksi elite yang menjual kader lokal.”

Kesimpulan

Pilkada Ulang Bangka 2025 adalah ujian besar bagi Golkar. Jika keputusan koalisi ini tidak disertai rekonsiliasi internal, komunikasi terbuka dengan kader, dan penegasan visi ideologis, maka akan lahir sebuah “Partai Golkar di luar nama, tapi tanpa jiwa.”

Kader bukan pion, dan loyalitas mereka bukan barang dagang. Jika suara mereka diabaikan hari ini, jangan salahkan mereka jika suara itu berubah menjadi diam yang mematikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: