Revitalisasi Desa melalui Koperasi Merah Putih, Visi Bung Hatta dalam Wajah Baru

Revitalisasi Desa melalui Koperasi Merah Putih, Visi Bung Hatta dalam Wajah Baru

M. Makhdi --Foto: ist

Untuk memastikan Koperasi Desa Merah Putih (KopDes Merah Putih) agar berjalan bersih dan akuntabel, Kementerian Koperasi dan UKM mengambil langkah strategis dengan membentuk dan melatih calon pengawas, sebagai garda terdepan dalam mencegah praktik curang dan penyimpangan. Upaya menguatkan kapasitas pengawasan berbasis manajemen risiko serta prinsip transparansi yang ketat.

Upaya selanjutnya adalah penerapan QRIS di lingkungan koperasi desa menjadi langkah maju dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan. Lewat sistem pembayaran digital ini, seluruh transaksi dilakukan secara non-tunai (cashless), meminimalkan potensi penyelewengan dana dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap koperasi. 

Upaya ini layak diapresiasi sebagai langkah modernisasi dan akuntabilitas. Namun, pendekatan yang terlalu teknokratis dan minim pelibatan warga berisiko melemahkan semangat koperasi yang partisipatif. Tanpa dukungan literasi digital, infrastruktur yang memadai, dan mekanisme pengawasan internal yang kuat, digitalisasi bisa menjadi simbol semata. Dan tanpa penguatan kelembagaan dari dalam dan keterlibatan nyata masyarakat, modernisasi koperasi desa bisa berujung pada formalitas yang minim dampak nyata di tingkat akar rumput.

Selain itu, menjadi catatan penting perlunya indikator keberhasilan, audit independen, dan keterlibatan aparat penegak hukum dalam pengawasan untuk semakin menimalisir potensi penyimpangan, pengawasan yang terintegrasi dan berbasis komunitas, koperasi desa diharapkan akan maju secara teknologi dan secara tata kelola.

BACA JUGA:Ketika Keuntungan Diatas Segala: Membedah Bisnis Tambang Timah Ilegal di Bangka Belitung

BACA JUGA:Optimalkan Penerimaan Daerah dan Kinerja APBD melalui Elektronifikasi Transaksi Pemda

Optimisme dan Sinergi Program Nasional

Dengan mitigasi dan dukungan multisektor, KMP diharapkan menjadi lokomotif pertumbuhan desa menuju kemandirian nasional yang inklusif dan adil. Dalam pelaksanaannya, pemerintah pusat melibatkan 17 kementerian dan lembaga untuk mendukung KDMP dari sisi regulasi, pendampingan, pembiayaan, hingga pemasaran produk. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) secara khusus bertanggung jawab membina koperasi sektor perikanan, termasuk kelompok pembudidaya, pengolah, dan pemasar hasil laut agar tergabung dan mendapat manfaat dalam koperasi. Sementara itu, Kementerian Koperasi menyediakan fasilitasi legalitas berupa bantuan notaris dan tata kelola kelembagaan koperasi sesuai Surat Edaran Menkop No. 1 Tahun 2025.

Namun, pelaksanaan KDMP tidak luput dari tantangan. Kurangnya literasi perkoperasian, trauma atas koperasi bermasalah di masa lalu, minimnya SDM pengelola, serta keterbatasan modal awal menjadi hambatan utama. Untuk itu, pemerintah menginisiasi pelatihan manajemen koperasi, pemberian akses Kredit Usaha Rakyat (KUR), hibah dari CSR, dan dukungan APBDes sebagai penyertaan modal koperasi. Selain itu, digitalisasi sistem dan integrasi ke platform “kop.id” juga didorong untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas koperasi.

Salah satu yang paling disorot publik terkait Kopdes Merah Putih adalah tumpang tindihnya dengan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Mengenai hal itu, Pemerintah perlu memastikan Program Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) yang dicanangkan melalui Inpres No. 9 Tahun 2025 memicu pro-kontra di tingkat desa. Pasalnya, kehadiran koperasi baru ini dikhawatirkan tumpang tindih dengan BUMDes, badan usaha yang telah lebih dulu eksis dan diatur dalam UU Desa. Dua badan, satu lokasi, satu tujuan— bahwa keberadaan Kopdes Merah Putih tidak akan mematikan Bumdes. Sesama badan usaha, menjadi pertanyaannya kolaborasi atau kompetisi?

BACA JUGA:SHOW TIME REVITALISASI KINERJA DINAS PENDIDIKAN BABEL

BACA JUGA:TPP TUNJANGAN PENYELAMAT PEREKONOMIAN ASN

BUMDes punya landasan kuat dari UU No. 6 Tahun 2014 dan PP No. 11 Tahun 2021. Sementara KDMP bernaung di bawah UU No. 25 Tahun 1992 dan Inpres Presiden. Meski sah secara hukum, di lapangan batas peran keduanya kerap kabur. Tanpa pengaturan teknis yang jelas, perebutan sektor usaha dan sumber daya bisa tak terhindarkan.

Solusinya adalah sinergi, bukannya rivalitas. Pemerintah harus segera merumuskan mekanisme kolaboratif dimana KDMP dan BUMDes harus saling mengisi, bukan saling meniadakan. Jika dikelola cerdas, keduanya bisa jadi duet kuat dalam menggerakkan ekonomi desa—bukan lawan dalam satu ring.

KDMP diharapkan menjadi pusat produksi dan distribusi ekonomi desa yang inklusif. Melalui koperasi, masyarakat desa dapat memperoleh akses terhadap kebutuhan pokok yang lebih murah, meningkatkan nilai tukar petani-nelayan (NTP), serta menikmati layanan keuangan dan kesehatan yang terjangkau. Di sisi lain, koperasi juga dapat berperan sebagai agregator dan konsolidator produk UMKM yang memiliki potensi ekspor, memperkuat daya saing desa di pasar regional maupun global.

Lebih dari sekadar program, KDMP diharapkan sebagai upaya membangun kembali semangat kolektivisme dalam ekonomi nasional. Koperasi yang selama ini tertinggal dalam sistem ekonomi pasar bebas kini diberi panggung untuk menjadi pilar utama pembangunan desa. Jika dikelola dengan baik, KDMP bisa menjadi prototipe sistem ekonomi baru yang tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi juga pada pemerataan kesejahteraan dan penguatan komunitas lokal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: