Homo Sacer Dalam Politik

Homo Sacer Dalam Politik

Saifuddin --Foto: ist

BACA JUGA:KOTAK KOSONG PETAKA DEMOKRASI

Dan akankah kotak pandora itu kan dibuka? Publik berharap disatu sisi proses hukum tetap jalan sebagai bagian dari amanat reformasi 98 yakni penegakan supremasi hukum—dan disisi yang lain publik juga menaruh harapan kalau PDIP tidak hanya mengancam dengan video dan berbagai dokumen yang ada. Agar publik akan tahu siapa yang menaruh “borok” dijalan politik yang serba terjal ini. 

Dan nampak politik homo sacer saling melucuti itu mencuat dipermukaan. Ada semacam anomali dalam proses penegakan hukum, sudah tersangka tapi belum ditahan, ada yang tidak ada bukti sama sekali dan tidak ditemukan adanya kerugian negara malah ditahan. Pada akhirnya “saling menyandera kasus” pun sulit dihindari. Integritas penegak hukum pada akhirnya akan diuji kredibilitas, indepndensi, serta intgeritasnya sebagai lembaga pemberantasan korupsi—jangan tumpul ke kawan, tetapi tajam ke lawan. 

Berharap dari Prabowo Subianto

Di tengah seteru politik antara Jokowi versus PDIP saat ini tentu begitu sangat menggangu ritme dan konstalasi roda pemerintahan Prabowo. Bahkan ada kesan menyalahkan Prabowo, padahal seteru itu adalah merupakan efek dari penghianatan Jokowi terhadap PDIP dan efek pemecatan Jokowi, Gibran dan Bobby Nasution dari PDIP. Pemecatan itu tentu begitu mengganggu psikologi Jokowi apalagi dengan reputasi mantan presiden. Kemarahan Jokowi tentu dilampiaskan lewat “kroni politiknya” yang dititip dipemerintahan Prabowo Subianto. 

Kondisi ini pada dasarnya sedikit mengganggu konsentrasi pemerintahan merah putih di bawah komando Prabowo Subianto. Ibarat frase “amis yang ditinggalkan oleh Jokowi” Prabowo diharap untuk membersihkannya. Setidaknya Prabowo harus melepaskan diri dari bayang-bayang Jokowi—sehingga serangan-serangan tidak tertuju kepadanya. 

Sebab beban pemerintahan Prabowo tidaklah sedikit—mulai IKN, hutang yang menumpuk, kebocoran APBN, korupsi yang semakin meningkat, menurunnnya tingkat kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum, angka kemiskinan dan berbagai fenomena sosial lainnya yang dalam 100 hari belum tentu kelar.  

Sehingga Prabowo dituntut untuk mengendalikan pemerintahan ini tanpa bayangbayang dari pendahulunya. Dan membiarkan seteru politik itu berlangsung dan saling membuka agar terlihat siapa yang antagonis dan siapa yang protagonis dalam politik.

BACA JUGA:MEMPERINGATI HARI ANAK SEDUNIA : Menjadi Orang Tua Sebagai Sahabat Anak

BACA JUGA:E-Government di Indonesia: Memetakan Inovasi, Mengatasi Tantangan, dan Belajar dari Pengalaman Negara Lain

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: