Timah di Bangka Belitung Dieksplorasi dan Eksploitasi Sejak Tahun 1667...

Timah di Bangka Belitung Dieksplorasi dan Eksploitasi Sejak Tahun 1667...

ilustrasi-sreenshot-

BABELPOS.ID.- Alam Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) sering disebut 'bukan Pulau Timah' tapi Timah Jadi Pulau', karena terbukti, ternyata eksplorasi dan eksploitasi secara besar-besaran itu sendiri terutama di Pulau Bangka sejak Tahun 1667.  Faktanya, meskipun sudah ratusan tahun, hingga saat Timah masih menjadi penopang hidup sebagian besar masyarakat kedua Pulau itu.

Demikian keterangan yang didapat BABELPOS.ID.- dari Dato’ Akhmad Elvian, DPMP,ECH, selaku Sejarawan dan Budayawan Babel Penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia.  

''Bahkan sejak itu timah sudah diselundupkan dengan alasan sebagai balast atau pemberat kapal. Timah untuk pertama kalinya masuk pasaran Amsterdam (Sujitno, 1996:42)… Batavia, tanggal 25 Januari 1667, Yang Mulia..., Tahun lalu, dst...., Sebagai balast kapal yang kembali pulang ke Negeri Belanda oleh mualim dipakai Timah Malaxse seberat 100.000 pon,'' ujar Elvian. 

BACA JUGA:Rumah Buyung Belitung Digerebek Terkait Kasus Timah, Heboh di Media Online

Dikatakan, sebelum  VOC (Verenigde Oost-Indische Compagni) belajar tentang deposito Timah Bangka, kapal-kapal Cina sudah berlayar membeli Timah. Kapal Palembang menuju Jawa juga memuat Timah seolah-olah sebagai pemberat, tetapi sebenarnya untuk penjualan di Batavia (Andaya, 1993:185). 

''Oleh sebab itu pada Tahun 1709, Sultan Palembang Muhammad Mansyur Jayo Ing Lago (memerintah Tahun 1706-1716) telah memerintahkan orang-orang Melayu dan Cina untuk membayar upeti dalam bentuk Timah (Encyclopedia van Nederlandsch-Indie, Vol. I, The Hague: Martinus Nijhoff, 1917, hlm. 35), dan membuat ketentuan, bahwa pribumi Bangka yang telah kawin  harus menyerahkan 10 kilogram Timah pada Sultan, sebagai tanda tunduk dan patuh (Sujitno, 1996:59),'' ujar Elvian seraya mengutip tulisan Sujitno. 

BACA JUGA:Kejagung Kembali Periksa Direktur Keuangan PT Timah, 3 Staf, Serta 1 Eks Dir Ops

Karena bisnis pertimahan menguntungkan dan menjadi sumber kekayaan Kesultanan Palembang Darussalam dan mendatangkan kekayaan bagi VOC maka ikatan perjanjian perdagangan Lada dengan VOC pada Tahun 1641 di Batavia, pada Tahun 1710, kemudian diperbaharui dengan perdagangan Timah (Alfiah, dkk, 1983/1984:28). 

''Pada Tahun 1722, tercapai kesepakatan antara kongsi dagang Belanda VOC dengan Sultan Ratu Anum Kamaruddin dari Palembang terkait monopoli penjualan Timah. Kesepakatan ini membuka pintu lebih lebar bagi Belanda untuk memborong Timah dari wilayah-wilayah di Bangka dengan harga 10 Dolar Spanyol perpikul Belanda, sekitar 61,76 kg, (ANRI, Laporan K. Heynis, Residen Bangka dan Palembang kepada Comissarissen mengenai distrik Blinjoe, Soengi Liat, Marawang dan Pankal Pinang Tahun 1818),'' ujarnya.*** 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: