THE POWER OF “TUKANG ULON” DALAM MERESILIENSI KRISIS MINAT BERORGANISASI

THE POWER OF “TUKANG ULON” DALAM MERESILIENSI KRISIS MINAT BERORGANISASI

Handika Yuda Saputra --(ist)

Oleh: Handika Yuda Saputra, M.Pd

Ketua Umum PC IMM BSM Kota Pangkalpinang

Mahasiswa pada hakikatnya merupakan seorang akademisi yang didik sesuai keilmuan program studinya untuk menjadi seorang sarjana berkualitas. Kegatorisasi kualitas mahasiswa terdapat banyak indicator yang harus dipenuhi dan dimiliki pembelajar ditingkat universitas ini. Sebagai seorang yang memiliki tujuan menjadi seorang sarjana tentu banyak sekali cara dan tantangan yang dilakukan untuk memperjuangkan upaya untuk menambah wawasan dan pengetahuan demi menggapai nilai terbaik dan memuaskan.

Dalam sebuah tulisan artikel singkat yang dituliskan Ghina tahun 2018 dari UNSURYA menjelaskan ada 5 ciri mahasiswa ideal yang menjadikan mahasiswa menjadi berkualitas secara mapan diantaranya: 1) mampu membagi waktu (manajemen waktu), dengan melakukan sebuah manajemen waktu secara baik dan terealisasi secara nyata, maka selayaknya mahasiswa yang berkualitas mampu mengatur dan membagi akitivitasnya baik dari segi kuliah, belajar, hobi, refreshing, dan lain – lain. 2) mahasiswa harus mampu menjadikan dirinya rajin dan disiplin, hal yang satu ini tentu kebanyakan dari setiap kalangan mahasiswa sulit untuk komitmen atau istiqomah. Mahasiswa yang rajin dan disiplin biasanya dicirikan sebagai mahasiswa yang selalu aktif dalam mengikuti mata perkuliahan, berkumpul sebelum waktu bertemu serta berdiskusi dan masih banyak lagi. Jiwa rajin dan disiplin mahasiswa yang dilakukan akan memberikan hasil yang memuaskan. 3) berwawasan luas, idealnya seorang mahasiswa memiliki wawasan yang banyak dan luas. Wawasan yang luas tentu akan berguna agar mahasiswa mengetahui seluk beluk dunia luar dan membantu mahasiswa agar tidak ketinggalan zaman. 4) seorang mahasiswa harus mampu menjadi seorang yang organisatoris, dengan menjadi seorang yang organisatoris, mahasiswa akan mampu melakukan sesuatu secara sistematis dan mampu bergerak serta memperhatikan orang lain. 5) mahasiswa yang dikatakan berkualitas dan ideal adalah mahasiswa yang mampu melakukan sesuatu yang didasari dengan ibadah, mahasiswa yang seperti ini akan menanamkan keimanan yang kokoh dan menjadi mahasiswa yang jujur dan bertanggung jawab. Namun dibalik pengharapan sorang mahasiswa yang idealis banyak mahasiswa yang sering mengeluhkan prosesnya menjadi sorang mahasiswa.

BACA JUGA:Kelindan Etika Lingkungan dan Tobat Ekologis dalam Sastra

BACA JUGA:Peran Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Pengembangan Desa Wisata Namang

Hiruk pikuk kisah perkuliahan pun terkadang menjadi candaan dan sering kali viral di media social seperti Instagram, tiktok dan sebagainya. Dan seiring berjalannya waktu, banyak mahasiswa yang mengalami penurunan minat dalam berorganisasi. Kenapa demikian? Ada 6 penyebabnya, antara lain: 1) Nepotisme, nepotisme yang terjadi dalam organisasi biasanya menjadi hal sepele namun berdampak besar dalam minat berorganisasi mahasiswa, salah satu hal yang sering terjadi diantaranya memperlakukan anggota organisasi secara berbeda atau dengan kata lain mengistimewakan anggota organisasi yang disenangi. Perbuatan seperti ini jelas akan menurunkan minat berorganisasi mahasiswa sebab mahasiswa berpandangan bahwa organisasi tersebut tidak memperhatikan anggota lain secara objektif, serta melihat keahlian dan kontribusi angota secara sebelah mata. 2) Kurangnya kegiatan yang menarik, sebagain dari mahasiswa cenderung menginginkan organisasi dengan berbagai kegiatan yang unik dan menarik sehingga kurangnya kegiatan yang diinginkan mengakibatkan menurunnya minat mahasiswa untuk berorganisasi, hal ini didasari oleh behavior mahasiswa yang menginginkan pengalaman yang baru dan kegiatan yang asik untuk diikuti. 3) kurangnya inovasi, ini juga menjadi penyebab menurunnya minat mahasiswa dalam berorganisasi. Kenapa begitu? Sebab disebagian organisasi hanya menjalankan kegiatan atau hal – hal yang monoton dan akhirnya menjadi membosankan. 4) memiliki prioritas lain, dalam kasus ini banyak yang lebih mementingkan perkuliahan dan kehidupan pribadi. Prioritas ini memang seharusnya menjadi hal yang penting, dan hal inilah membuat mahasiswa kurang mampu membagi waktu dan pada akhirnya kurang berminat berorganisasi karena padatnya aktivias, namun hal ini menjadi kurang elok kalau mahasiswa tidak mampu membagi waktu antara ketiga hal itu dengan membagi sedikit waktunya untuk berkumpul, bertukar gagasan, pikiran dalam organisasi, tentu ini menjadi pilihan dari setiap individu mahasiswa. 5) intervensi senior yang berlebih, ini bukanlah menjadi rahasia umum dalam berorganisasi. Senior pada dasarnya menginginkan yang terbaik untuk organisasinya, namun intervensi yang berlebih dari senior biasanya akan menyebabkan mahasiswa menjadi malas berorganisasi, intervansi yang dimaksud ada banyak hal, baik dari penentuan kegiatan, masalah organisasi, dan lain – lain. 6) kuliah sambil bekerja, aktivitas bekerja tentu berbeda dengan bekerja, hal ini hampir sama dengan skala prioritas, namun faktanya pekerjaan akan mengursa habis waktu mahasiswa karena factor kebutuhan, baik kebutuhan pribadi ataupun kebutuhan keluarga. Pekerjaan dan perkuliahan yang dilakukan tentu akan menguras banyak waktu mahasiswa sehingga berorganisasi menajdi hal yang tabu untuk dilakukan walau dilapangan ada juga mahasiswa yang bekerja dan kuliah namun masih bisa beraktivitas dalam sebuah organsasi.

BACA JUGA:Menerima Mahasiswa Internasional di Bangka: Peluang dan Tantangannya

BACA JUGA:Jalan Terjal UMKM Go Ekspor

Perlu untuk disadari bahwa menurunnya minat mahasiswa dalam berorganisasi tidak serta merta karena padatnya waktu mahasiswa yang terkuras, namun pada bagaimana dan apa yang membuat mahaiswa menjadi berminat untuk bergabung kedalam organisasi. Lantas siapa yang mampu membantu mendorong mahasiswa memiliki minat berorganisasi diluar kemauannya sendiri? Disini muncul sebuah kosa kata Bangka Belitung yang sering dianggap hal negative dikalangan masyarakat yakni “Tukang Ulon” tukang ulong dalam bahasa Bangka Belitung adalah seseorang yang mengajak orang lain melakukan sesuatu. Namun kata tukang ulon ini sering disandingkan dengan kata negative, misalkan “siape tukang ulon bekelai ni” atau “siape yang tukang ulon maling buah manga” dan lain sebagainya. Namun perlu diketahui, tukang ulon hakikatnya adalah sebuah kata ajakan dan bisa di gunakan sebagai kata yang positif. Lantas apa kekuatan tukang ulon terhadap minat berorganisasi mahasiswa?.

Seperti yang diketahui, tukang ulon adalah kata lain dari orang mengajak. Dengan adanya tukang ulon minimal satu orang akan mampu menjadi organisator yang ulung dan mampu bersikap friendly dan mampu mempengaruhi banyak orang lain. Dengan adanya tuang ulong, mahasiswa akan mudah tertarik dengan organisasi yang banyak kegiatan yang unik dan menarik. Kemudian dengan adanya tukang ulon, organisasi akan aktif dan banyak melakukan kontribusi dalam masyarakat dan kampusnya. Selanjutnya dengan adanya tukang ulon akan mengurangi sikap nepotisme yang terjadi di organisasi sebab secara psikologis tukang ulon akan focus mengembangkan organisasinya. Dengan kata lain seorang tukan ulon sangat berpengaruh dan penting bagi jalannya organisasi, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa adanya tukang ulon organisasi akan kurang berjalan baik dikarenakan tidak ada personal yang mampu merangkul orang lain untuk melakukan hal – hal baik yang ada didalam organisasi seperti memiliki banyak relasi, wawasan, dan kemampuan atau keahlian yang tidak didapatkan dalam dunia perkuliahan maupun dunia pekerjaan. Maka untuk menciptakan organisasi yang baik, maka perlu mengkader mahasiswa yang memiliki jiwa tukang ulon demi keberlangsungan sebuah organisasi dan keberlangsungan minat mahasiswa dalam berorganisasi.(*)

BACA JUGA:Qris Transaksi Digital Fintech dan Fenomena Online Shopping, Crypto Currency

BACA JUGA:Mengelola Kota, Mengelola Sampah

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: