Kasus RKAB Nikel Seret Ridwan Djamaluddin. Tinjau Ulang Pula RKAB Timah?

Kasus RKAB Nikel Seret Ridwan Djamaluddin. Tinjau Ulang Pula RKAB Timah?

Mantan Dirjend Minerba dan Mantan Penjabat Gubernur Babel, Ridwan Djamaluddin--

BABELPOS.ID.- Terkuaknya kasus indikasi tindak pidana korupsi (Tipikor) yang terungkap di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam, Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), yang sampai menyeret mantan Dirjend Minerba yang juga Mantan Penjabat Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Ridwan Djamaluddin menjadi tersangka dan ditahan,  maka selayaknya juga hal serupa diusut pula di Provinsi Babel.

"Dalam kasus tersebut RKAB (Rencana Kerja Dan Anggaran Biaya) yang diberikan oleh Kementerian ESDM kepada perusahaan swasta ternyata tanpa evaluasi dan verifikasi sesuai ketentuan. Padahal, perusahaan tersebut tidak mempunyai deposit/cadangan nikel di Wilayah Izin Usaha Pertambangan tersebut. Dari kasus tersebut beberapa perusahaan lain turut mendapatkan kekayaan negara berupa bijih nikel milik negara (PT Antam)," demikian kajian dari Babel Resoucers Institute (BRiNTS) yang dikemukakan dalam jumpa pers (5/9) oleh Direkturnya, Teddy Marbinanda.

BACA JUGA:Kasus Tipikor Libatkan Ridwan Djamaluddin, Kejati Sultra Sita Uang Tunai Rp 79 Miliar Lebih

Dikatakan, berdasarkan riset dan observasi lapangan yang dilakukan oleh BRiNST, RKAB timah yang dikeluarkan perlu dilakukan evaluasi. 

"Dalam penerbitan RKAB tentunya harus berdasarkan pada tahapan eksplorasi yang benar, sehingga bisnis pertambangan yang adil dan bertanggung jawab dapat terwujud di Babel," jelasnya

Dari data yang dipublis oleh Kementerian Keuangan, ekspor timah mengalir deras dari perusahaan smelter timah yang hanya memiliki IUP di bawah 10 ribu hektare, bahkan ada yang di bawah seribu hektar. 

''Kuota ekspor yang diberikan sangat erat kaitannya dengan persetujuan RKAB yang diberikan oleh pemerintah melalui Ditjen Minerba ESDM," tegas Teddy.

Oleh sebab itu Babel Resoucers Institute mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap RKAB perusahaan smelter timah di Indonesia.

Hal ini menilik ke belakang, bahwa eksploitasi yang tak bisa dikendalikan akan berdampak buruk pada bisnis pertimahan nasional. 

Demikian hasil riset pertimahan Indonesia semester I tahun 2023 Babel Resoucers Institute (BRiNTS) yang dirilis pada Selasa (5/9) kemarin.

Lebih jauh, Teddy membeberkan, ekspor timah Indonesia pada tahun 2022 lmencapai 74.408 MT, dengan rincian 19.825 MT (PT Timah Tbk) dan 54.255 MT (private smelter). 

BACA JUGA:Ridwan Djamaluddin Dijerat 'Dokumen Terbang'. Semestinya Tanggungjawab PT KKP?

"Ekspor timah yang jor-joran menjadi sorotan apalagi saat praktik penambangan timah secara ilegal dan jual beli timah di kalangan kolektor atau pengepul timah ilegal masih terjadi di Babel," jelasnya.

Dalam catatan BRiNST, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pada tahun 2022 lalu menilai perlu adanya pembenahan tata kelola industri timah dalam negeri seiring adanya potensi kerugian negara Rp2,5 Triliun dari pertambangan tanpa izin (PETI) di wilayah operasi PT Timah Tbk (TINS).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: