Praperadilan SP3 Dugaan Tipikor Bank Mandiri, Aloy 'Main' Lagi?

Praperadilan SP3 Dugaan Tipikor Bank Mandiri, Aloy 'Main' Lagi?

--

Jaksa Dinilai Tak Serius

Bagi kuasa hukum Jailani Hasyim jawaban-jawaban jaksa itu  terlalu dangkal dan tak mencerminkan kinerja dari penegakan hukum yang baik. Sehingga nampak jelas kalau penyidikan atas Bank Mandiri dan BNI 46 itu tidak serius dan jauh dari profesionalisme.

“Seluruh perkara tipikor perbankan terutama BRI itu berangkat dari kredit macet. Walau ada salah satu perkara BRI kluster Firman als Asak walau terbilang kredit lancar namun faktanya ternyata pihak Firman als Asak telah membuat laporan keuangan palsu. Ragam teknis kejahatan  seperti itu nampaknya diabaikan oleh penyidik dalam perkara Bank Mandiri dan BNI 46 itu. Sehingga wajar kalau  sampai SP3 yang kita nilai tak sah seperti itu,” sebut Jailani yang dianggukan oleh Dr Marshal Imar Pratama usai persidangan kemarin.

Jailani juga menyinggung jaksa penyidik nekad SP3 perkara itu hanya berdasar audit internal Bank Mandiri. “Kalau acuanya hanya hasil aduit internal Bank mandiri maka bisa jadi itu jeruk makan jeruk. Mestinya biar adil dan transparan sesuai ketentuan harus melewati audit badan pemeriksa keuangan.  Apalagi kerugian negara yang diduga itu capai Rp 75 milyar dari 2 bank pemerintah,” ujarnya.              

Jailani juga menilai jaksa penyidik tidak terlalu mendalam melakukan penyidikan. Pengacara senior ini juga menduga ada motif tak wajar sampai munculnya SP3. “Seperti yang mereka sampaikan itu, kalau kita tidak mendasar telah menuduh adanya transfer pembelian smelter. Padahal kita sudah punya bukti atas itu semua, dengan begitu wajar dinilai jaksa memang tidak serius,” duganya.

“Kita juga menduga SP3 ini tidak didasari atas akal sehat, sehingga membuat  negara telah dirugikan. Sementara kita sebagai masyarakat dan aktivis ingin menyelamatkan negara dari kerugian itu,” tukasnya.

Tak Singgung BNI 46?

Jailani Hasyim menyayangkan kesempatan eksepsi dan jawaban dari pihak jaksa itu tidak dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk menjelaskan nasib penyidikan dugaan korupsi KMK pada BNI 46. Dimana di situ atas dugaan kerugian negara yang jauh lebih besar dari bank-bank lainya yakni Rp 50 milyar.

“Padahal kesempatan besar bagi pihak Kejaksaan - dalam eksepsi dan jawaban- untuk menyampaikan tidak saja kepada kita selaku pemohon  atas kinerja mereka dalam menyidik perkara bank Mandiri juga perkara bank BNI 46. Namun sayang dalam hal penyidikan BNI 46 ternyata tak dijelaskan secara gamlang dan terang. Padahal jelas sprindik PRINT- 461/L.9/Fd.1/04/2021 ditandatangani oleh Kajati  Dr I Made Suarnawan pada 28 April 2021 yang memerintahkan 9 jaksa Pidsus untuk menyidik Bank Mandiri dan BNI 46. Atau jangan-jangan juga sudah henti semuanya, tapi diam-diam SP3 nya,” sindir Jailani dengan disambut tawa Marshal Imar Pratama disampingnya.

Namun bagitu, Jailani mengatakan ketertutupan dan ketidak seriusan pihak jaksa dalam menyidik 2 perkara besar itu setahap demi setahap akan terungkap di muka sidang praperadilan ini. “Nantinya –setidaknya-  jaksa penyidik perkaranya di Pidsus akan kita periksa. Sejauh apa  nantinya mereka akan menutupi kinerja yang tidak serius dan tidak profesional mereka itu. Akan setahap demi setahap akan terungkap dengan sendirinya,” ujarnya optimis.

Ditambahkan oleh Marshal kalau dirinya dituduh tak kompeten untuk melakukan praperadilan ini mengindikasikan kalau tim jaksa terlalu lugu dan polos. Sehingga wajar kalau produk penyidikan atas 2 bank pemerintah itu berakhir dengan SP3 diam-diam. Akibat khawatir digugat oleh publik dan masyarakat anti korupsi.

“Saya memang Doktor ekonomi, tapi saya menggandeng kuasa hukum untuk gugatan ini. Niat kami selaku aktivis tak lain selain menyelamatkan negara dari kerugian besar juga mengingatkan jaksa agar produk-produk penyidikan mereka agar berkualitas. Serta berorientasi penyelamatan negara dan perekonomian dari kebangkrutan. Juga diharapkan kinerja jaksa berlatar integritas dan menjunjung moralitas,” harapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: