Menjauhkan BPD dari “Pengkerdilan” Kepala Daerah

Menjauhkan BPD dari “Pengkerdilan” Kepala Daerah

Eko B. Supriyanto - Chairman Infobank Institute- FOTO: babelpos.id Ilust-

Oleh: Eko B. Supriyanto - Chairman Infobank Institute

TAHUN politik, tahun penuh “hawa nafsu” untuk mencapai kekuasaan. Hakekat politik adalah untuk mensejahterakan rakyat. Tidak menggunakan “tangan-tangan” yang tak terlihat untuk mencapai puncak. Harusnya para kepala daerah terus memberi dorongan dan dukungan bagi kemajuan ekonomi di daerah. 

Para kepala daerah punya kewajiban penting mendorong transformasi menuju penguatan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), terlebih bank-bank milik daerah. Dan, bukan malah mengkerdilkan. Banyak para kepala daerah, terlebih dalam status Pejabat Sementara  (Pj) kepala daerah yang justru mengambil kesempatan untuk mengganggu BUMD, terutama bank-bank daerah.

Bank Pembangunan Daerah (BPD) – bank yang dimiliki oleh pemerintah daerah sudah seharusnya dijauhkan dari kepentingan sesaat para kepala daerah. Intervensi untuk melakukan praktek-praktek tidak sesuai  prinsip prudential banking -- yang dipaksakan kepada BPD pada akhirnya akan merobohkan atau “mengkerdilkan” bank milik sendiri. Bisnis bank adalah bisnis jangka panjang, bukan bisnis lima tahunan atau 10 tahunan, tapi bisnis bank terus membutuhkan modal dan berjangka panjang jika sebuah bank menjadi besar.

Menurut catatan Infobank Institute, saat ini sejumlah BPD mencatatkan kinerja keuangan yang kinclong. Perolehan laba juga meningkat. Sejumlah bank milik daerah juga sudah bersiap-siap untuk go public seperti Bank DKI. Kualitas kreditnya juga membaik meski dihantam badai Covid-19.

Hal ini menjadi catatan khusus, karena situasinya (2022) masih dalam kondisi Pandemi Covid-19. Jika melihat kinerja bank-bank milik daerah saat ini, perannya terhadap perbankan nasional terus meningkat. Tahun 2005 baru sekitar 7%, dan kini sudah mendekati angka 9 persen. Terus mendaki.

Terutama Bank Sumsel Babel, tentu membuat bangga para pemegang sahamnya, dan sudah pasti masyarakat Sumsel Babel. Kontribusi dalam bentuk deviden untuk disetor kepada pendapatan daerah juga meningkat. Kinerjanya dari tahun ke tahun meningkat dengan kualitas keuangan yang baik.

Menurut data Infobank Institute, lima tahun terakhir, kinerja keuangan Bank Sumsel Babel meningkat dan secara fundamental terus membaik. Lihat saja, tahun 2017 aset totalnya hanya Rp22,145 triliun, dan lima tahun kemudian (2022) sudah melompat ke angka Rp35,299 triliun, atau tumbuh 59,39%. Percepatan pertumbuhan aset terjadi dalam dua tahun terakhir ini.

Tidak hanya pertumbuhan aset, kualitas kreditnya juga terus membaik yang tercermin dari rendahnya kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL). Padahal di tahun 2017 NPL (gross) posisinya diangka 6,38%, terus menurun dalam periode lima tahun terkahir. Tahun 2022, posisi NPL hanya 2,78%. Penurunan NPL ini punya kontribusi dalam meningkatkan laba Bank Sumsel Babel.

Perolehan laba juga terus meningkat, laba sebelum pajak tahun 2022 naik tajam menjadi Rp701,200 miliar. Jika dibandingkan laba lima tahun lalu (2017) sebesar Rp411,105miliar, maka terjadi pertumbuhan sebesar 70,56%. Kualiatas asetnya pun juga meningkat dengan perolehan Return on Aset (RoA) 2,07%, lebih baik dibandingkan tahun lalu, atau lima tahun lalu yang 1,83%.

Dilihat dari dana pihak ketiga juga terus tumbuh dari Rp17,172 triliun di tahun 2017 menjadi Rp27,338 triliun. Hal ini menunjukan kepercayaan masyarakat SumselBabel kepada Bank SumselBabel makin meningkat. Kontribusi daerah tentu tidak kecil dalam meningkatkan jumlah simpanan, dan memang seharusnya demikian. 

Ibarat punya anak – sudah seharusnya dibesarkan dan terus didorong, dan bukan membesarkan anak orang. Sebab, jika anaknya “kurus” dan sakit tentu orang tuanya yang kebingungkan juga. Apalagi ini bank yang sarat modal dan sensitif terhadap likuiditas. Sudah selayaknya para kepada daerah mendorong bank-bank miliknya untuk tumbuh besar.

Kontroversi ini terjadi ketika Pejabat (Pj) Gubernur Bangka Belitung (Babel) Ridwan Djamaluddin membuat MoU menunjukan salah satu bank bumn untuk menjadi  bank operasional kas umum daerah Pemerintah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Itu tertuang dalam Keputusan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor:188.44/95/BAKUDA/2023 . Jika demikian, diperkirakan ke depan Bank Sumsel Babel, akan kehilangan dana pihak ketiganya. Padahal, Pemprov Kepulauan Bangka Belitung mempunyai saham di Bank Sumsel Babel, dan terus menerima deviden dari Bank Sumsel Babel.

Kebijakan Pj Gubernur ini tentu bersifat jangka pendek, sementara kepemilikan saham di Bank Sumsel Babel berjangka panjang. Jangan sampai intervensi para kepada daerah yang berlebihan justru makin mengkerdilkan bank-bank miliknya sendiri. Jika melihat trend bisnis di kalangan dunia swasta, hal itu justru tidak lazim.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: