Tindakan Preventif Menghindari Kesalahpahaman Akibat Perbedaan Bahasa
Putri Maharani, Mahasiswa Sastra Inggris - Universitas Bangka Belitung--
Comel tergolong ke dalam bentuk kata nomina atau kata benda yang dapat menyatakan nama orang, tempat, dan lainnya sedangkan pada kata adjektiva menjadi sebuah pujian terhadap hal-hal yang dianggap imut dan lucu. Kata Comel juga memiliki kata-kata turunan seperti, comelan, mencomel, mencomeli, pencomel, dan pencomelan.
Penyebab utama kata comel dapat disalah artikan jika salah satu pihak tidak bisa memahami dan mempelajari lebih spesifik makna dari kata tersebut. Seperti halnya pada penggunaan kata comel dalam bahasa Melayu dan bahasa Sunda, kata tersebut tentu memiliki pelafalan yang sama tapi arti yang berbeda. Pada bahasa Melayu kata comel diartikan sebagai ungkapan atau pujian terhadap anak kecil yang dianggap lucu, imut, dan menggemaskan.
Berbeda dengan bahasa Sunda yang mengartikannya sebagai perilaku yang tidak baik seperti menggerutu, mengomel, dan suka menyebarkan informasi tidak pasti kepada orang-orang disekitarnya. Kesalahpahaman dalam mengartikan sebuah kata pada daerah tertentu dapat berdampak buruk bagi masyarakat. Oleh karena itu, pentingnya untuk mempelajari terlebih dahulu arti yang tepat sebelum digunakan di daerah yang membudidayakan kata Comel itu sendiri.
Dampak buruk yang ditimbulkan dalam aspek bahasa yaitu terjadinya konflik antar etnik yang dapat memecah belah persatuan antar budaya. Jika hal tersebut terjadi tentu akan menurunkan tingkat kelestarian bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Karena, bahasa telah menjadi sarana komunikasi yang bersifat simbolik. Komunikasi antar budaya yang dilakukan oleh dua orang berbeda tidak semudah komunikasi yang dilakukan dengan orang dari daerah yang sama. Simulasi sederhana seperti “Gadis Sunda itu merupakan pindahan dari Bandung dan menetap di Palembang. Namun, di sekolah barunya gadis itu di bully teman-temannya karena ia tidak mengerti arti dari penggunaan kata Melayu yang diucapkannya.”
Hal ini disebabkan oleh perbedaan cara berpikir yang membawa nilai asumsi, ekspetasi, kebiasaan verbal dan non-verbal, dan tata cara berkomunikasi dari daerah yang ditempati. Kekacauan yang terjadi akan memunculkan sanksi sosial bagi masyarakat yang tidak mengerti aspek budaya dalam segi bahasa di suatu daerah. Sanksi sosial yang umum ditemukan di lingkungan masyarakat adalah bentuk bullying secara langsung ataupun tidak langsung. Bullying ini tentu akan mempengaruhi mental seseorang yang mendapatkannya sehingga akan timbul perasaan tidak percaya diri.
Pada kasus kesalahpahaman bahasa dapat di pahami melalui narasi berikut:
Di pagi hari, Euis bercerita kepada Amara tentang Alena yang dianggapnya comel sekali. Amara sebagai teman dekat Alena yang mendengar cerita tersebut sangat terkejut dan merasa bahwa temannya tidak memiliki kepribadian seperti itu. Lalu, Amara mendatangi Alena menceritakan tentang apa yang Euis ucapkan kepadanya.
Alena yang tidak terima dengan pernyataan Euis yang menyebutnya comel, ia bersama tiga orang temannya mendatangi halaman sekolah. Euis terkejut dan mencoba memberikan senyum manisnya kepada Alena. Namun, Alena menyirami Euis dengan segelas air dan teman-temannya memberikan sebuah sorakan kepada gadis itu.
Euis menangis dan meminta maaf kepada Alena atas kata yang ia ucapkan. Sesaat setelah di bully, Galih membantu Euis. Ia memberitahu Euis bahwa kata comel yang di ucapkannya bermakna bahwa Alena merupakan seseorang yang suka menyebarkan informasi tidak jelas, tapi Euis menganggap kata tersebut sebagai pujian kepada Alena yang memiliki wajah imut. Sejak itu, Euis lebih menutup diri dan tidak banyak berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya.
Hal utama yang dilakukan apabila telah terjadi kesalahpahaman bahasa lebih baik segera meminta maaf. Perlu disadari juga, bahwa bisa saja seseorang yang salah dalam mengucapkan sebuah kata itu sebenarnya tidak memahami maknanya dan hal itu menimbulkan kesalahpahaman.
Ada beberapa tips penting bagi turis maupun pelajar sebelum berbaur dengan penduduk lokal yang akan di datangi agar tidak timbulnya kesalahpahaman bahasa yang dapat memicu terjadinya konflik seperti, mempelajari terlebih dahulu kosa kata apa saja yang sering di ucapkan di daerah Bangka, mencari tahu arti dari setiap kosa kata yang dianggap memiliki pelafalan yang sama, dan mencoba membuka interaksi dengan kosa kata yang baik dan tidak menyinggung perasaan.
Seperti pada saat orang Sunda yang datang ke Bangka. Tentu ditemukan satu kosakata yang sama pelafalannya tapi arti yang berbeda. Ketika orang Sunda ini bertujuan untuk pergi membeli sebuah makanan di warung lebih tepat apabila ia mempelajari terlebih dahulu kata apa yang harus di ucapkan layaknya “Buk, berape harga sikok kue ne?” kalimat ini dapat di pelajari jika orang Sunda itu ingin mencari tahu setiap kosa kata yang ia dengar atau baca dan bagaimana penggunaan kalimat yang tepat untuk memulai sebuah percakapan kepada orang Bangka. Ini adalah salah satu tips yang bermanfaat untuk mampu bertahan hidup di suatu daerah yang terkesan asing dan belum pernah ditempati sebelumnya.
Terdapat lima tindakan preventif yang efektif dilakukan agar tidak terjadi kesalahpahaman bahasa yaitu, memiliki sikap yang terbuka kepada orang-orang baru bahwa di setiap daerah mempunyai nilai, norma, dan kepercayaan yang berbeda-beda, menumbuhkan rasa empati yang tinggi terhadap orang yang baru ditemui, menunjukkan sikap saling menghargai dan mendukung perbedaan adat dan budaya, mau belajar untuk mengembangkan kemampuan berbahasa daerah yang lainnya, dan menggunakan kosa kata bahasa yang mudah dan sederhana untuk di mengerti.
Budaya dan bahasa menjadi satu aspek yang tidak dapat dipisahkan. Kedua aspek ini melekat, yang di dalamnya terkandung nilai, norma, dan tradisi di suatu daerah. Tidak bisa di bayangkan bahwa bahasa menjadi pusat sorot utama masyarakat untuk mampu menjalin komunikasi yang baik. Perbedaan bahasa di setiap daerah melahirkan keanekaragaman bahasa di Indonesia. Seiring dengan majunya pola pikir dan tindakan masyarakat di era modern, perubahan juga mampu merubah cara berbicara seseorang.
Sikap individualitas yang sering ditemukan juga mampu membuat masyarakat menjadi malas untuk menggali informasi yang lebih luas. Budaya sendiri telah menjadi jati diri pada setiap orang. Tentu mempelajari, memahami, dan menghargai bahasa menjadi kunci utama, agar selalu terciptanya keharmonisan di antara satu budaya dengan budaya yang lainnya.(**)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: