Selamat HUT Babel ke 22 (2)

Selamat HUT Babel ke 22 (2)

Safari Ans - Tokoh Pejuang Pembentukan Provinsi Babel. FOTO:doc--

Oleh: Safari ANS - Wartawan Senior dan Salah Satu Pejuang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

NASIB harian penambang seperti ini, memang mengkhawatirkan ketika kebijakan tentang perizinan menjadi tak jelas ditambah dengan permainan oleh oknum pejabat dan aparat tertentu di Babel yang hingga kini semakin terasa. 

Kondisi itu mencekik rakyat, sehingga di berbagai daerah timbul protes atas ketidakberdayaan rakyat atas hegemoni birokrat yang sibuk dalam kegiatan yang tak bermakna dalam jangka panjang. Kegiatan ritualitas kalangan pejabat di Babel sering tidak efek jangka panjang bagi perjalanan pertumbuhan ekonomi di Babel. Bahkan sering kontradiktif antara kebijakan satu dengan kebijakan lainnya.

Hal tersebut di atas adalah gambaran regulasi yang pro kontra terhadap kemakmuran rakyat. Pada sisi lainnya, kondisi alam Babel juga semakin parah. Kerusakan lingkungan hidup sudah semakin parah dan tidak mungkin lagi utuh. Tetapi, kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat masih jauh panggang dari api. Jika dihitung secara matematis saja, rasanya tak cukup lebar lahan yang sehat untuk menghidupi hampir dua juta penghuni pulau Bangka dan pulau Belitung saat ini.

Bumi Serumpun Sebalai terasa tidak kuat menampung hidup dan kehidupan masyarakat Babel saat ini. Timah semakin hari semakin sedikit, katanya. Bahkan dikabarkan cadangan timah yang tersedia di bumi Babel saat hanya sekitar bertahan hingga 35 tahun. Tetapi dulu juga sama, ketika PT Timah Tbk mem-PHK puluhan ribu karyawannya, karena alasan cadangan timah tinggal beberapa tahun lagi. Nyatanya sekarang cadangan itu masih berangka tahun yang sama.

Okelah, kita sepakat dengan itu. Namun lahan yang tersedia semakin sempit, penambang yang datang luar semakin banyak. Bahkan sebelum artikel ini dimuat ada, investor menyiapkan modal Rp 1 triliun mau membeli izin usaha tambang timah dan mendirikan smelter sendiri di Bangka. Beberapa pihak luar juga akan datang berduyun-duyun ke Babel untuk melakukan hal yang sama.

Situasi seperti ini tidak sehat. Secara sederet angka pertumbuhan ekonomi akan terlihat baik, tetapi apabila kita melihat kehidupan masyarakat kita di Babel akan berbeda dengan angka-angka statistik yang disajikan Pemerintah. Itu yang kita sebut dengan "kemakmuran semu". Angka kemakmuran yang tidak mencerminkan kondisi ekonomi yang sebenarnya. Kondisi ini sangat berbahaya sekali, karena akan terjadi kesalahan dalam mengambil kebijakan.

Jika kesalahan seperti ini terjadi akan berakibat fatal bagi kehidupan masyarakat Babel dalam jangka panjang. Kesalahan ini sering terjadi, bahkan terkadang tumpang tindih antara kebijakan provinsi dan kabupaten. Apalagi kalangan Bupati dan Walikota di Babel sering tak seiring tak sejalan dengan Gubernur. Karena Bupati dan Walikota bukan bawahan Gubernur? Dulu iya, Bupati dan Walikota adalah bawahan Gubernur. Sekarang tidak. Maka tidak ada kewajiban Bupati dan Walikota untuk tunduk dan patuh pada Gubernur.

Situasi dan kondisi ini memang sangat menyulitkan sekaligus menyakitkan. Apalagi ketika hearing dengan Komisi VI DPR RI tempo hari, ada seorang Bupati dengan tegasnya dalam forum terhormat anggota dewan tersebut menyebutkan bahwa dia tidak sependapat dengan gubernurnya. Langsung saja, sang Gubernur menjadi olok-olokan anggota parlemen yang terhormat.

Dengan demikian, maka sebenarnya Babel saat ini hanya berjalan pada rel tanpa tujuan. Walaupun dipaksakan, Babel saat ini berjalan mengikuti arah mana angin berhembus. Tak ada tujuan mau berhenti dimana. Namun senang-senang saja masyarakatnya dibawa angin berhembus. Karena memang terasa sejuk. Kelak baru terasa panas dan menyakitkan. Sekarang kita dininabobokan oleh kekayaan alam yang berlimpah dan tak habis-habisnya. Tetapi sebentar lagi, akan datang situasi menakutkan semua orang. Timah habis, kegiatan penambangan berhenti total. Hutan sudah tidak ada. Lautan sudah rusak oleh penambangan timah. Nelayan hidupnya sulit. Mau bertani tidak ada lahan lagi di Babel. Semua kesulitan itu sebentar lagi akan dirasakan oleh masyarakat Babel.

Artinya, jika Babel tidak melakukan atau tidak mendesain sebuah momentum yang hebat, maka yang akan muncul adalah kemiskinan dan kesengsaraan jangka panjang, tetapi apabila berhasil membuat momentum Revolusi Thorium Babel, maka yang akan terjadi di Babel hilirisasi timah. Hilirisasi timah adalah industrialisasi. Industrialisasi dengan timah dan mineral tanah jarang adalah industrialisasi 4.0. Industrialisasi 4.0 adalah menyongsong peradaban manusia modern, seba elektronik dan serba digital yang kita sebut “Hi-Tech Industries”, industri teknologi tinggi. Itu yang akan terjadi di Babel. Dan itulah Grand Design Pembangunan Babel. Itulah blue print pembangunan Babel ke depan. Sehingga Babel bisa dikatakan, apabila tidak melakukan Revolusi Thorium Babel, maka masyarakat akan menelan pil pahit. Tetapi akan menjadi sebaliknya, adalah terjadi beyond kemakmuran Babel untuk jangka panjang.

KTT G20 Bali Support Babel

Salah satu keputusan penting pertemuan tingkat tinggi atau KTT G20 di Bali yang berlangsung 15 dan 16 November 2022 adalah komitmen negara anggota untuk konsisten tentang lingkungan hidup yang kemudian dilambangkan dengan penanaman secara bersama pohon bakau. Dengan demikian bahan energi yang pengambilannya merusak alam seperti batu bara dan fosil (minyak bumi) akan ditinggalkan secara bertahap. Dunia mewajibkan semua negara di dunia menggunakan Green Energy. Green energi yang dianggap paling mumpuni saat ini, adalah thorium. Memang sama jenisnya, sama-sama bahan radioaktif antara nuklir (PLTN) dengan thorium (PLTT), tapi beda tipe. Bahkan Uni Emirat Arab akan membangun PLTT juga, sama seperti PLTT yang akan dibangun di Bangka. juga sama-sama menggunakan teknologi ThorCon International PTE.

Thorium dianggap radioaktif paling familiar dengan masyarakat. Ampas PLTT, selalu habis tak bersisa. Kalaupun ada, hanya butuh 10 tahun menjadi nol dan tidak bisa digunakan lagi untuk apa pun.. Sedangkan ampas PLTN akan melahirkan plutonium. Sedangkan plutonium sering digunakan untuk membuat bom atom. Lalu ampas PLTN harus disimpan 100 tahun agar radioaktifnya menjadi nol. Sehingga dunia kini mulai melirik thorium ketimbang sumber energi lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: