“Royalti bukan pajak, negara tidak mendapatkan apa-apa secara langsung dari royalti.
Semua pungutan royalti itu disalurkan kepada yang berhak.
Dan yang menyalurkan bukan pemerintah, tetapi oleh LMK atapu LMKN yang memungut royalti, salah satunya LMK Selmi. Oleh karena itu, kita akan meminta pertanggungjawabannya, untuk transparansinya akan kita umumkan ke publik,” kata Supratman.
BACA JUGA:Pemkot Pangkalpinang Siap Gandeng CSR Tingkat Layanan Kesehatan Masyarakat
Jika dibandingkan dengan Malaysia, lanjut Supratman, jumlah royalti yang berhasil dikumpulkan di Indonesia masih terbilang rendah padahal jumlah penduduk Indonesia lebih banyak dari Malaysia.
Ia mengungkapkan LMK dan LMKN di Indonesia mengumpulkan royalti sebesar Rp270 miliar, sedangkan Malaysia bisa mengumpulkan Rp600-700 miliar setiap tahunnya.
BACA JUGA:Selamat dari Badai, Nelayan Burung Mandi Dapat Bantuan PT Timah di HUT ke-49
“Bayangkan, Malaysia, negara yang kecil, penduduknya tidak seberapa, total royalti yang mereka bisa kumpulkan hari ini kurang lebih 600-700 miliar per tahun.
Kita Indonesia, mulai dari platform internasional, sampai kepada retail, kalau menurut laporan yang saya terima kita baru ngumpulin 270 miliar, padahal penduduk kita 280 juta. Jadi sangat kecil,” ujarnya.
Untuk diketahui, sebelumnya Direktur PT MBS dijadikan tersangka atas dugaan pelanggaran hak cipta setelah dilaporkan oleh LMK Selmi.
Sengketa ini kemudian dimediasi oleh Kantor Wilayah Kemenkum Bali dengan tujuan mendapatkan kesepakatan damai.