Tak hanya dari sisi bahan, proses produksi pun menjadi perhatian utama.
Pelita Lumpang Mas memang memadukan teknologi dan sentuhan tradisional.
Salah satu contohnya adalah proses pengolahan kacang tanah yang tidak digoreng, melainkan dioven.
Hasilnya, sambal pecel menjadi lebih sehat, rendah minyak, dan dapat bertahan hingga satu tahun tanpa bahan pengawet.
BACA JUGA:Kurir Narkoba di Pangkalpinang Ditangkap, 6,58 Gram Sabu Gagal Dikirim ke Belitung
"Beberapa proses tetap kami lakukan secara manual untuk menjaga kualitas rasa.
Misalnya, proses pencampuran bumbu yang masih menggunakan lumpang, sesuai dengan filosofi nama merek kami," jelas Sri.
Transformasi usaha ini tak lepas dari peran BRI melalui program pemberdayaan UMKM.
Sejak tahun 2020, Sri aktif mengikuti pelatihan yang diinisiasi oleh BRI, termasuk grup pelatihan dan expo yang mempertemukan pelaku UMKM dengan buyer mancanegara.
BACA JUGA:Kurir Narkoba di Pangkalpinang Ditangkap, 6,58 Gram Sabu Gagal Dikirim ke Belitung
Puncaknya terjadi pada event BRI UMKM EXPO(RT) tahun 2025, di mana Pelita Lumpang Mas berhasil meraih juara kedua dan mencatat lonjakan permintaan yang signifikan.
“Program pemberdayaan BRI benar-benar membuka banyak peluang bagi pelaku UMKM seperti kami.
Harapan saya, program ini terus diperkuat dan menjangkau lebih banyak pelaku usaha di seluruh Indonesia,” tutup Sri Kustamaji penuh semangat.
BACA JUGA:Rato-Ramadian TMS Pasangan Calon Pilkada Bangka, Ini Respon Bawaslu Babel
Kini, setiap bulan, Pelita Lumpang Mas memproduksi hingga 20.000 kemasan sambal pecel dengan harga rata-rata Rp45.000.- per unit.
Selain di Pacitan, Sri juga telah membuka kantor di Jakarta dan sedang menjajaki ekspansi produksi ke wilayah lain di Indonesia.