BABELPOS.ID.- Masih sangat banyak tanaman dengan berbagai olahannya yang bisa menimbulkan efek halusinasi dan sensasi tapi belum diatur negara untuk penggunaannya melalui UU.
Jangankan sekelas kratom, kecubung, mushroom, atau pinang? Ganja yang masuk dalam kategori narkotika kelas 1, diolah dengan cara tertentu justru bisa lepas dari jeratan hukum. Misalnya, sambal ganja.
BACA JUGA: Jenis dan Dampak Narkoba, Mengapa yang Sudah Terjerat Susah Berhenti?
Menkopolhukam Mahfud MD mengemukakan hal itu di acara Dies Natalis ke-54 Universitas Malikussaleh, Aceh. Mahfud menyebut jika orang yang membuat sambal ganja atau minuman ganja, tak bisa dihukum.
Mahfud menjelaskan hal tersebut ketika menjelaskan asas hukum bernama legalitas pada saat memberikan sambutan kunci pada Dies Natalis Ke-54 Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh.
“Misalnya orang bikin sambal ganja, itu tidak boleh dihukum karena tidak ada di UU bahwa barang siapa membuat sambal ganja, ndak ada,” kata Mahfud dilihat di kanal YouTube Kementerian Polhukam.
Menurutnya, perbuatan tersebut tidak bisa diproses hukum lantaran tidak adanya pasal atau aturan yang mengatur dan melarang.
“Orang minum ganja atau bikin sambal ganja itu tidak boleh dihukum karena tidak ada di Undang-undang,
'‘Barang siapa membuat sambal ganja dihukum’ ndak ada,” kata Mahfud.
BACA JUGA:Kangkung Aman! Tapi Kratom, Kecubung, Mushroom Bahkan Pinang Ada Sensasinya?
Adopsi Hukum Islam
Mahfud menyatakan hal tersebut ketika menjelaskan banyaknya hukum-hukum agama Islam yang sebenarnya diadopsi oleh hukum-hukum modern di dunia. Mahfud memulai penjelasannya itu dengan menjabarkan asas hukum yang menyatakan bahwa hukum berubah seiring situasi yang berubah.
Contohnya di jazirah Arab pada zaman kepimpinan Umar bin Khattab terjadi perubahan terhadap ketentuan orang yang bisa menerima zakat. Mulanya, ada 8 orang yang berhak mendapatkan zakat, yakni orang fakir, miskin, orang yang mengurus zakat atau amil, orang yang pindah ke agama Islam atau mualaf, orang yang memerdekakan budak atau riqab, orang yang memiliki hutang, kaum fi sabilillah, dan orang yang sedang melakukan perjalanan atau ibnu sabil.
BACA JUGA: Di Amerika Serikat, Ganja Boleh, Tapi Kangkung Dilarang. Mengapa?
Ketika Umar menjadi pemimpin, dia menghapus kaum mualaf dari daftar penerima zakat. Keputusan ini sempat ditentang karena dianggap sudah menjadi ketentuan dari Allah kaum mualaf berhak mendapatkan zakat. Namun, Umar memiliki alasan bahwa perintah tersebut datang ketika masa awal penyebaran Islam, yakni ketika kaum mualaf disiksa dan dikejar-kejar setelah memutuskan memeluk agama Islam. Sementara pada zaman kepemimpinannya, kaum Islam sudah makmur dan kaya raya.