UDIN si anak nakal benar-benar merasa kecewa. Bagaimana tidak, kini tiap kali ia datang ke markas tim pemenangan Gentung, ia dicueki. Begitu pula jika ke markas Sambal Petai-nya Bujang PeDe, juga dicueki.
''Awas kalian,'' batin Udin sakit hati.
Sebenarnya bukan otak politik Udin yang bermain, melainkan otak nakalnya. Ia merasa, ajang pemilihan Ketua RT yang mulai menghangat sekarang ini adalah kesempatan bagi Udin. Paling tidak bisa menambah uang jajan. Namun dengan dicueki, ia merasa peluang itu jadi berat untuk dapat lagi dari kubu Gentung dan Sambal Petai.
Diam-diam Udin datang ke Markas Si Manis Jembatan Hancur atau disingkat Simajeha.
Sebenarnya kalau mau jujur, Udin yang masih anak bau kencur itu juga tahu bahwa peluang Simejaha untuk memenangkan PilkaReTe juga berat. Masa-masa untuk kemenangan Simajeha sudah lewat.
Simajeha itu dulunya lawan berat Pak Moko. Bahkan pertarungan PilkaRete saat itu demikian alot. Dan akhirnya Pak Moko menang.
Tapi begitu Pak Moko dilantik jadi Ketua RT, tiba-tiba Simajeha mau saja jadi salah satu Kepala Lingkungan di lingkungan RT-nya Pak Moko. Pendukung fanatik Simajeha yang anti Pak Moko jadi kecewa berat. Ini pula yang membuat dia jadi berat ketika mencalonkan diri kembali kali ini.
Kalaulah Simajeha didukung Pak Moko ada harapan. Tapi teryata Pa Moko nyata-nyata mengusung Gentung.
''Apa-apaan kau Udin, tiba-tiba ke markas kami ini?'' ujar Sima curiga dengan Udin.
Ditanya demikian, Udin merasa mendapat angin.
''Gak Om, aku nggak suka aja pada Om Gentung dan Om Bujang. Kayak mereka berdua aja yang akan jadi Ketua RT, Om Sima dianggap nggak ada,'' ujar Udin memancing.
''Maksudnya?''
''Mereka berdua itu menganggap hanya mereka berdua yang akan bertarung. Lah, kubilang, kan Om Sima juga maju?''
Udin sengaja diam menunggu reaksi.
''Tapi sudahlah Om. Kalau Om tahu kelemahan kedua lawan Om itu, pasti habis dah semuanya..'' Udin memasang jerat.