ADALAH Dr Sujatmoko, ahli hukum administrasi negara mengatakan tak ada alasan apapun bagi anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) tak tahu soal adanya PP nomor 18 tahun 2017 tentang hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRD.
Menurut ahli hukum administrasi negara dari universitas Erlangga Surabaya itu, ketika peraturan tersebut terbit, maka semua dianggap tahu. Terlebih para anggota dewan terhormat itu.
“Jika sudah diundangkan seperti PP nomor 18 tahun 2017 semua sudah dianggap tahu,” katanya saat menjadi ahli dalam persidangan perkara tindak pidana korupsi tunjangan transportasi pimpinan DPRD Bangka Belitung tahun anggaran 2017 sd 2021.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai Mulyadi beranggota hakim M Takdir dan Warsono, dia katakan setiap pemakaian kendaraan itu ada berita acara pinjam pakainya. Kendaraan itu secara aturan pengunaan di sekwan.
“Pengguna adalah barang sekwan. Pengguna ini diserahkan sebagai kendaraan dinas. Ada penyerahan kepada pemakai kendaraan dinas,” ucapnya menjelaskan secara administratif.
Terkait soal pengalihan kendaraan operasional ke dinas menurutnya harus ada asas kecermatan. Dimana harus terlebih dahulu dilakukan penilaian.
“Dalam hal ini juga juga harus melibatkan ahli,” ujarnya.
Sementara itu menyinggung atas manfaat terkait keberadaan tunjangan menurutnya harus disertai alasan yang tepat.
“Alasannya apa, kalau misalnya sudah ada perumahan yang disediakan untuk apa diberikan lagi tunjangan perumahanya?” ucapnya.
Dalam hal ini juga menurutnya dewan yang terhormat itu juga tidak bisa memaksakan kehedaknya atas itu semua. Kewenangan yang tertinggi untuk memutuskan itu semua ada di kepala daerah.
"Dewan tak bisa berbuat apa-apa. Semua kewenangan nanti di kepala daerah, minimal melalui Pergub. Nanti Gubernur yang akan menilai bagaimana kemampuan ekonomi daerah,” tukasnya.
Untuk diketahui, dalam kasus ini dengan 3 terdakwa masing-masing Syaifuddin (mantan Sekwan), 2 mantan pimpinan DPRD Hendra Apollo dan Amri Cahyadi
Dalam dakwaan akibat perbuatan para terdakwa Syaifuddin, bersama-sama dengan terdakwa Hendra Apollo, Amri Cahyadi dan Dedy Yulianto, dituding pihak JPU telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebagaimana laporan hasil audit nomor PE.03.03/SR/LHP-730/PW29/5/2022 tanggal 29 Desember 2022.
Deddy Dipanggil Lagi?
Dalam kasus ini, hal yang kerap menjadi sorotan adalah, kebeadaan salah satu mantan pimpinan dewan, Dedy Yulianto yang tak kunjung hadir di muka sidang. Padahal pemanggilan tersebut sudah berlangsung 2 pekan yang lalu.