MALAM itu, sehabis Taraweh, Trio Bengal santai dulu di teras kediaman Bujang. Mumpung Wak Ijah belum pulang, masih betah dengar ceramah sehabis Taraweh.
Persoalannya, Ipank dan Odoy merasa ada yang beda. Bujang malam ini mendadak diam dan seperti kerap melamun.
''Dari tadi kau kami lihat melamun terus Bujang, ada apa?'' Ipank bertanya.
''Gak, gak... ada apa-apa kok,'' ujar Bujang lesu.
''Kalau sedih karena Maysaroh mau mudik, kita datangi sekalian ucap salam perpisahan, kalau sedih karena kantong tipis, loh memang kantong kita kan nggak pernah tebal,'' ujar Odoy semaunya.
''Gak ada apa-apa, santai aja,'' ujar Bujang dengan tatapan mata kosong.
''Bukan itu masalahnya, kalau kamu kayak gini, entar kemasukan syetan, repot kami,'' ujar Ipank.
''Gak lah, syetan lagi dibelenggu, Bulan Puasa,'' ujar Bujang tetap tak bersemangat tapi matanya kosong.
Sejenak suasana hening. Tiba-tiba Bujang yang tadi melamun, matanya mendadak nanar. Odoy dan Ipank jadi ketakutan.
''Tolong, keluarkan aku...!'' ujar suara dari mulut Bujang, tapi itu bukan Bujang?
''Kenapa kau Bujang?'' Odoy penasaran.
''Kamu teman laki-laki jelek ini, ya?'' ujar suara dari mulut Bujang lagi.
''Iyah, kamu siapa?''
''Saya syetan, nyasar ke tubuh jelek ini. Saya kerasukan teman kamu ini. Keluarkan saya dari tubuh jelek ini! Bantu saya!''
''Lho, kamu yang masuk, kok minta kami yang ngeluarin?'' Ipank menimpali.