Oleh: Dr. Reniati, SE.,M.Si
Kaprodi Magister Manajemen-UBB
SORE itu, pesawat Lion Air landing dengan mulus di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Denpasar Bali. Pesawat membawa penumpang full, tak tersisa satu kursi pun yang menunjukkan Bali yang sebelumnya di masa pandemic Covid-19 mengalami penurunan ekonomi paling terpuruk sudah mulai ada tanda-tanda kebangkitan di sektor Pariwisata. Jumlah wisatawan melalui pintu masuk Balinusra mencapai 51% dari total wisatawan nasional. Kondisi ini lebih tinggi dari kondisi pra pandemic dengan share hanya 40% di tahun 2019, 2020 turun menjadi 27% dan 2021 wisatawan mancanegara 0%. Kunjungan wisatawan hingga triwulan ke III 2022 diperkirakan akan terus meningkat dan membaik ini didorong oleh peningkatan aksesibilitas wisman utama ke Balinusra serta penyelenggaraan MICE dan event strategis yaitu G-20.
Penyelenggaraan MICE memang sedang digalakkan oleh semua stakeholder terutama daerah yang menarik minat wisatawan. Hari itu kami datang untuk menghadiri sebuah event yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia Launching Kajian Stabilitas Keuangan No.39 serta Pengumuman Pemenang LKISSK 2022 sebuah event yang menyuarakan sebuah optimisme di tengah berbagai pesimisme kondisi ekonomi di tahun 2023 mendatang. Perkembangan ekonomi global yang kurang kondusif tersebut terutama bersumber dari berlanjutnya perang di Ukraina serta pengenaan sanksi terhadap Rusia yang semakin meluas. Kondisi tersebut berdampak pada menurunnya perdagangan Internasional dan menahan perbaikan rantai paasokan global, meningkatnya harga komoditas Internasional termasuk energi dan pangan, inflasi global yang signifikan serta meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global. Berbagai negara Maju terutama Amerika Serikat merespons peningkatan inflasi tersebut dengan pengetatan kebijakan moneter yang agresif sehingga menahan pemulihan ekonomi global bahkan meningkatkan resiko stagflasi dan resesi di beberapa negara. Selain itu dinamika covid-19 perlu dicermati terutama masih berlangsungnya kebijakan zero covid policy di Tiongkok.
Perekonomian Global Beresiko Tumbuh Lebih Rendah Dari Perkiraan
Pertumbuhan ekonomi global pada 2022 di perkirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Pemulihan ekonomi global diperkirakan tertahan dan diiringi dengan meningkatnya resiko stagflasi dan resesi di beberapa Negara. PDB global tahun 2022 diperikaran tumbuh 2,9% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya 3,5%. Perekonomian domestik tumbuh tinggi pada Triwulan II 2022, ditengah resiko pelemahan ekonomi global dan tekanan inflasi meningkat. Perkembangan tersebut tercermin pada pertumbuhan ekonomi Triwulan II 2022 yang mencapai 5,44% (yoy), diatas capaian Triwulan sebelumnya 5,01%(yoy). Akselerasi kinerja ekonomi ditopang oleh permintaan domestik yang terus meningkat, terutama konsumsi rumah tangga, dan kinerja ekspor yang tetap tinggi. Kita masih bersyukur karena memiliki kinerja ekonomi yang tetap tumbuh positif, karena saat ini sudah ada 18 Negara yang meminta bantuan kepada IMF.
Respons Kebijakan Bank Indonesia
Dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi dari system keuangan serta mendukung pemulihan ekonomi nasional. Pemerintah, Bank Indonesia, dan otoritas terkait terus memperkuat sinergi kebijakan dalam kerangka bauran kebijakan nasional. Untuk mengantisipasi ketidakpastian kondisi global dan potensi spillover terhadap domestic, pemantauan terhadap Paket Kebijakan Terpadu KSSK terus dilakukan KSSK juga terus bersinergi mengakselerasi pemulihan dunia usaha, antara lain melalui pemetaan dunia usaha dalam kelompok-kelompok sektor prioritas, yang mencakup kelompok Berdaya Tahan, Pendorong Pertumbuhan, Penopang Pemulihan. Pemerataan tersebut kemudian menjadi dasar bagi masing-masing otoritas untuk merumuskan kebijakan, sebagaimana halnya Bank Indonesia memberikan insentif kepada bank-bank untuk meningkatkan penyaluran kredit kepada sektor prioritas dan inklusif. Menghadapi potensi tekanan inflasi kedepan, Bank Indonesia juga memperkuat sinergi dan koordinasi kebijakan dengan Pemerintah, diantaranya melalui Tim Pengendalian Inflasi baik pusat maupun daerah (TPIP dan TPID) dan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP)
Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakannya yang diimplementasikan melalui lima pilar, yaitu kebijakan moneter, makroprudensial, system pembayaran, pendalaman pasar uang, serta ekonomi-keuangan inklusif dan hijau. Pilar moneter diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, sementara empat pilar lainnya, termasuk makroprudensial, diarahkan untuk menjaga keberlanjutan pemulihan ekonomi.
Sebagai Langkah mitigasi risiko kenaikan espektasi inflasi dan inflasi inti ke depan, Bank Indonesia memperkuat respons kebijakan moneter. Penguatan ditempuh melalui stabilisasi nilai tukar Rupiah, penguatan operasi moneter, dan suku bunga. Percepatan normalisasi kebijakan likuiditas juga dilakukan melalui kenaikan GWM secara bertahap. Selain itu, koordinasi kebiajakn moneter dan fiscal semakin kuat dengan melanjutkan komitmen pembelian SBN untuk pembiayaan APBN 2022 guna mendukung stabilitas dan pemulihan ekonomi nasional.
Bank Indonesia melanjutkan kebijakan akomodatif untuk mengakselerasi pemulihan intermediasi dengan tetap menjaga ketahanan system keuangan. Bank Indonesia melanjutkan kebijakan insentif bagi bank yang menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas dan inklusif serta menyempurnakan kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) guna mendorong perbankan untuk terus menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas dan inklusif. Selain itu, Bank Indonesia melanjutkan asesman transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK), rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0%, Rasio intermediasi Makroprudensial (RIM) di kisaran 84%-94%, serta Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) untuk Bank Umum Konvensional (BUK) dan Bank Umum Syariah (BUS) masing-masing sebesar 6% dan 4,5%.
Untuk mendukung pemulihan ekonomi, Bank Indonesia terus mendorong inovasi system pembayaran. Akselerasi digitalisasi dan penguatan system pembayaran terus ditempuh guna mendorong konsumsi serta mempercepat terwujudnya ekonomi dan keuangan digital yang inklusif dan efesien. Berbagai inisiatif dilakukan, termasuk perluasan fitur dan penggunaan QRIS untuk transaksi lintas negara, akselerasi implementasi BI-FAST dan intensifikasi program elektronifikasi.
Bank Indonesia terus melakukan akselerasi pendalaman pasar uang khususnya pendalaman pasar valuta asing (valas) terhadap Rupiah untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah. Bank Indonesia memperluas penggunaan instrument lindung nilai (hedging) dan meningkatkan penggunaan mata uang lokal dalam kegiatan perdagangan dan investasi antarnegara (Local Currency Transaction/LCT). Reformasi pengaturan pasar valas juga dilakukan sebagai upaya pendalaman pasar valas di Indonesia dan merespons dinamika perekonomian global dan domestik.
Kebijakan ekonomi-keuangan inklusif terus diperkuat dan diperluas untuk mendorong terwujudnya UMKM yang berdaya saing. Kebijakan pengembangan UMKM meliputi aspek korporatisasi (penguatan kelembagaan), kapasitas (penguatan SDM dan usaha), dan pembiayaan (penguatan askes pembiayaan). Kebijakan ini diwujudnyatakan antara lain melalui edukasi dan business matching.