*Nasib Eksport Timah Masih di Jokowi
*Dodot: Idealnya RKAB 2,5 Tahun
SETELAH beberapa kali diundang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, akhirnya pihak Asosiasi Industri Timah Indonesia (AITI) merasa cukup lega. Soalnya, beberapa permasalahan krusial termasuk nasib eskpor timah mulai menemui titik terang.
Bahkan, hal yang paling disorot setiap RDP adalah soal RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Belanja), akhirnya berkembang tak hanya menyangkut komoditas timah saja, tapi juga RKAB komoditas tambang yang lain.
''Informasi terakhir hari ini (kemarin.red), hasil RDP itu sudah disampaikan ke Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif,'' ujar Ketua AITI, H Ismiryadi kepada Babel Pos, kemarin.
Hal yang cukup menarik, RDP yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VII, Eddy Suparno (Sekjen PAN) itu, dihadiri para anggota Komisi VII termasuk Bambang Patijaya (BPJ) anggota DPR RI dari Golkar (Ketua DPD Golkar Babel) --yang dikenal getol memperjuangkan nasib pertimahan Babel di pusat--, termasuk 2 anggota Komisi VII yang juga mantan Menteri Tiffatul Sembiring dan Asman Abnur.
Sementara, di sisi lain selain AITI, AETI, juga tampak hadir langsung Dirjen Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM yang juga Pj Gubernur Babel Ridwan Djamaluddin, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Eelektronika (Ilmate) Kementerian Perindustrian Taufik Bawazier, dan lain-lain.
Salah satu yang menjadi ganjalan selama ini adalah RKAB yang prosesnya di kementerian cukup lama. Hal ini terjadi karena RKAB yang diproses itu sendiri terdiri dari berbagai komoditas tambang. Di sisi lain, usia RKAB itu sendiri hanya 1 tahun.
''Salah satu poin yang disampaikan ke Menteri itu adalah perlu adanya revisi Permen tentang RKAB,'' lanjutnya.
''Sedapatnya RKAB itu berjangka waktu 3-5 tahun. Namun kalau menurut saya sih, idealnya 2,5 - 3 tahun, untuk mengimbangi usia IUP tambang itu sendiri,'' ujar mantan Ketua DPRD Babel yang akrab disapa Dodot itu lagi.
Perlunya jangka waktu RKAB ini diperpanjang menurut Dodot, karena proses RKAB itu sendiri di kementerian kadang sampai 2-3 bulan. ''Sehingga kalau jangka waktunya hanya 1 tahun, dipotong 2-3 bulan, jadinya tidak efektif lagi,'' imbuh dodot.
Lalu, bagaimana dengan nasib eksport timah?
''Untuk itu nantinya akan disampaikan oleh yang berkompeten langsung ke Presiden Jokowi,'' ujar Dodo kemudian.
Dikatakan Dodot, soal eksport dan hilirisasi sebenarnya bagi Babel bukanlah hal asing.
''Karena kalau boleh jujur, dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) seperti pengelolaan timah, Babel layak menjadi contoh bagi pengelolaan SDA yang lain. PT Timah sudah sejak era tahun 1970-an melakukan inovasi dalam pengembangan Industri dasar di PELTIM (Peleburan Timah Muntok) yang selanjutnya oleh pihak-pihak swasta mulai sejak 2003 s/d sekarang,'' tutur Dodot mengimbuhkan.
''Intinya, kita dari Babel ini bukan tidak mendukung hilirisasi timah, namun semua tetap harus melalui kajian lebih dulu. Untuk soal eksport ini tentu masih di Jokowi, namun kita berharap agar Presiden menerima masukan yang komprehensif soal timah yang berbeda dengan komoditas tambang yang lain,'' harapnya.