Namun, Bujang tak menyerah. Dia coba lagi. Kali ini agak lama. Bujang tersenyum.
Sementara itu langit bertambah gelap. Suara gemuruh mulai terdengar. Dan hujan mulai gerimis. Hanya saja Bujang tak memperhatikan. Ia makin asik karena makin mahir memainkan lato-lato miliknya.
Bahkan Bujang sudah mulai berhasil memutar lato-lato ke atas ke bawah ke samping. Pertama pelan lalu dia mempercepat gerakan tangan dan lato-lato pun makin melesat. Bersamaan kemahiran Bujang, hujan makin deras. Bujang makin asik.
"Bujaaaaaaaaaang," suara Emak menggelegar di telinganya. Diikuti guntur yang juga menggelegar. Emak sudah berdiri di hadapannya sambil menunjuk jemuran yang sudah basah kuyup.
Bujang terkejut bukan main. Lato-lato sekepal tangan bayi lima bulan itu melayang mengenai hidung dan jidatnya. "Adaaaaaaw," jerit Bujang.
Replek tangannya memegang bagian yang sakit. Namun, gerakan itu membuat buah lato-lato kembali menghantamnya. Kali ini satu ke kepala dan satu lagi ke bibirnya. Bujang menjerit nyaris semaput.
Migrain Wak Ijah pun kumat lagi.***